Analis dari PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong di Jakarta, Jumat, mengatakan bahwa mata uang dolar AS mengalami tekanan terhadap sejumlah mata uang utama dunia menyusul harga minyak mentah dunia yang mengalami kenaikan menjelang pertemuan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC).
"Harga minyak mentah di New York Mercantile Exchange tercatat naik 0,56 persen menjadi 41,31 dolar AS per barel," paparnya.
Namun demikian, ia mengatakan bahwa pelaku pasar uang diharapkan tetap waspada karena koreksi dolar AS diproyeksikan hanya bersifat sementara menyusul akan dirilisnya data pekerjaan Amerika Serikat pada akhir pekan ini (4/12) waktu setempat.
"Dolar AS berpotensi mengalami rebound jika data pekerjaan Amerika Serikat menguat, situasi itu memperkuat peluang kenaikan suku bunga AS (Fed fund rate) pada Desember ini," katanya.
Pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova menambahkan bahwa peluang dolar AS untuk kembali bergerak menguat terhadap sejumlah mata uang global, termasuk rupiah masih terbuka mengingat semakin dekatnya rencana bank sentral Amerika Serikat untuk menaikkan suku bunga acuannya.
Proyeksi akan naiknya suku bunga AS pada pertengah Desember ini, lanjut dia, akan mendorong pelaku pasar uang cenderung masuk ke aset mata uang dolar AS karena dinilai menjadi lebih menarik dalam memberikan imbal hasil.
"Meski imbal hasil di negara berkembang masih lebih tinggi, namun memiliki risiko yang juga tinggi. Sementara di AS risikonya cukup rendah," katanya.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015