Jakarta (ANTARA News) - Indonesia dan Amerika Serikat (AS) akan menempatkan lagi dua unit buoy (pelampung) beserta alat pendeteksi dini tsunami di Samudera Hindia pada Juli dan Agustus-September 2007.
Kerjasama antara Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan National Oceanographic and Atmospheric Administration (NOAA) AS itu ditandatangani di Jakarta, Jumat, sebagai bagian dari Sistem Peringatan Dini Tsunami Samudera Indonesia (Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System (IOTWS).
Kepala BPPT Said Djauharsjah Jenie mengatakan, AS akan memasang satu unit buoy deep ocean assesment and reporting of tsunami (DART)-easy to deploy (ETD) yang merupakan teknologi mutakhir yang dikembangkan NOAA untuk mendeteksi kemungkinan munculnya tsunami dan menyediakan satu unit buoy DART II untuk dipasang BPPT.
Sementara itu, Kepala Balai Teknologi Survei kelautan BPPT Ridwan Jamaluddin mengatakan, dua unit buoy tersebut rencananya akan dipasang di Barat Sumatera dan Selatan Jawa.
Sedangkan satu unit buoy lagi berupa bantuan ahli-ahli NOAA AS kepada ahli Indonesia untuk membangun satu unit buoy DART ETD. Disini BPPT yang menyediakan anggaran bagi pengadaan komponen buoy DART ETD, ujarnya.
Ketiga unit buoy tersebut, urainya, merupakan bagian dari 22 buoy yang dijadwalkan selesai dipasang pada akhir 2008 sebagai bagian dari komponen sistem peringatan dini tsunami (tsunami early warning system/TEWS).
Saat ini, tambahnya, sudah ada sejumlah buoy yang dipasang di perairan Indonesia, yakni dua unit di Barat Sumatera (Pagai Selatan dan barat Nias) sebagai bagian dari komitmen Jerman untuk memasang 10 buoy di perairan Indonesia.
Indonesia sendiri telah mengujicobakan satu unit buoy buatan BPPT di selat Sunda pada akhir Desember 2006 dan berencana memasang 10 unit lagi, termasuk satu unit yang akan dikerjasamakan dengan AS.
Sementara itu, Kuasa Usaha atau Charge d` Affaires Kedutaan Besar AS, John Heffern, mengatakan, untuk keperluan pemasangan buoy sebagai bagian dari IOTWS di perairan Indonesia tersebut, AS memberi sumbangan 1 miliar dolar AS.
Dengan buoy tersebut, kata Ridwan, diharapkan masyarakat telah dapat mengetahui ada-tidaknya potensi tsunami dalam waktu 5-10 menit, yang tiga menit di antaranya sinyal dari sensor di dasar laut hingga ke sistem peringatan dini tsunami yang menjadi tanggung jawab BPPT.
Buoy tsunami terdiri atas surface buoy dan ocean bottom unit (OBU). Sensor pendeteksi tsunami terpasang pada OBU. Sensor ini mengukur perubahan tekanan air laut akibat perubahan anomali muka air laut yang dibangkitkan oleh tsunami.
Sensor mengirimkan data ke surface buoy melalui modem akustik, selanjutnya data diteruskan dari buoy ke stasiun penerima di darat melalui telekomunikasi satelit untuk kemudian didistribusikan oleh BMG ke berbagai instansi 24 jam seperti ke kepolisian, ujarnya.
Gelombang tsunami sendiri memiliki kecepatan sekitar 400 km per jam yang sebagian besar berasal dari area palung Jawa di sekitar 100-200 km dari pantai dengan kedalaman sekitar 5.000 meter dan akan mencapai bibir pantai dalam waktu 20-30 menit.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007