Hal yang memberatkan, tidak dukung program pemerintah bebas korupsi, kolusi dan nepotisme....."
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Kasi Prasarana dan Sarana pada Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat Alex Usman dituntut 7 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti melakukan korupsi dalam proyek pengadaan 25 UPS (suplai daya bebas gangguan) untuk 25 sekolah SMA/SMKN.

"Kami penuntut umum dalam perkara ini menuntut supaya majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat supaya memutuskan satu, menyatakan terdakwa Alex Usman telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primer berdasarkan pasal UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dua, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Alex Usman selama 7 tahun dikurangi selama dalam tahanan ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung Tasjrifin M.A Halim dalam sidang pembacaan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Alex tidak dibebankan uang pengganti karena dinilai tidak menikmati kerugian negara dalam perkara ini.

"Terdakwa tidak dibebankan uang pengganti karena uang pengganti dibebankan kepada pihak-pihak yang menikmati," tambah jaksa Tasjrifin.

Hal itu juga yang menjadi pertimbangan jaksa.

"Hal yang memberatkan, tidak dukung program pemerintah bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal yang meringankan terdakwa berlaku sopan dan kooperatif, tidak mempersulit jalannya persidangan, tidak menikmati kerugian negara, belum pernah dihukum, punya tanggungan kelurga dan menyesali selaku PPK," ungkap jaksa.

Alex sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dalam perkara itu dinilai terbukti melakukan korupsi bersama-sama dengan Direktur Utama PT Offistarindo Adhiprima Harry Lo, Direktur CV Istana Multimedia Center Harjady, Direktur Utama PT Duta Cipta Artha Zulkarnaen Bisri, pihak pemodal dan Koordinator pencari perusahaan Andi Susanto, Hendro Setyawan, Fresly Nainggolan, Sari Pitaloka, Ratih Widya Astutui, Fahmi Zulfikar Hasibuan (anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta) dan HM Firmansyah (Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta) sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp81,433 miliar.

Fahmi Zulfikar Hasibuan yang berasal dari Fraksi Partai Hanura menyanggupi dengan harga per unit sebesar Rp6 miliar dan meminta 7 persen dari pagu anggaran Rp300 miliar sebagai imbalan agar pengadaan UPS dimasukkan dalam pokok pikiran rapat APBD-Perubahan 2014.

Fahmi selanjutnya bekerja sama dengan Ketua Komisi E yang berasal dari fraksi Partai Demokrat H.M Firmansyah dengan mengajukan pengadaan UPS untuk SMAN/SMKN pada Sudin Dikmen Kota Administrasi Jakarta Barat dan Jakarta Pusat, namun tidak pernah dibahas dalam rapat Komisi E dengan SKPD mitra hingga akhirnya disetujui dan dituangkan dalam APBD perubahan tahun 2014 pada tanggal 13 Agustus 2014.

Padahal pengadaan UPS untuk sekolah-sekolah menengah di lingkungan Sudin Dikmen Jakarta Barat tidak direncanakan sesuai kebutuhan riil sekolah karena yang dibutuhkan adalah perbaikan jaringan listrik dan penambahan daya listrik sehingga pengadaan UPS bukan yang dibutuhkan oleh sekolah-sekolah SMAN/SMKN Sudin Dikmen Kota Administrasi Jakarta Barat.

Alex Usman dan Harry Lo menyepakati sebelum diadakan pelelangan dilakukan perencanaan untuk meloloskan perusahaan pemenang lelang sehingga menunjuk Adi Hartoko selaku staf Sudin Pendidikan Menengah Jakarta Barat untuk menerima data data untuk dijadikan Harga Perhintungan Sendiri (HPS) dan spesifikasi, sementara Harry Lo menunjuk Ratih Widyastuti yang akan selalu menyerahkan data-data harga dan spesifikasi tehnis yang sudah disusun.

HPS yang ditetapkan adalah sebesar Rp5,974 miliar untuk masing-masing paket pelelangan padahal HPS tersebut telah ditetapkan tersebut adalah harga dengan keuntungan dan biaya overhead yang tidak wajar (kemahalan). Sedangkan 10 perusahaan yang mengikuti lelang adalah perusahaan yang dipinjam benderanya oleh tiga perusahaan distributor UPS.

Meski ada panitia pemeriksa barang, namun panitia tersebut tidak mempunyai keahlian dalam bidang kelistrikan maupun pemahaman tentang UPS sehingga hanya menyesuaikan isi pemeriksaan dengan UPS yang diperiksa dengan cara memeriksa barang-barang dalam "Check List" tersebut dengan spesifikasi UPS yang seluruhnya dianggap telah sesuai.

Total pembayaran oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah (KPKD) Jakarta Barat adalah Rp130,496 miliar yang menguntungkan PT. Duta Cipta Artha merek Kehua Tech sebesar Rp23,73 miliar, PT Offistarindo Adhiprima merek AEC sebesar Rp28,062 miliar, CV Istana Multimedia Center merek Philotea sebesar Rp22,94 miliar sehingga total kerugian negara adalah Rp81,43 miliar.

Dari jumlah tersebut, "fee" 7 persen atau Rp21 miliar kepada anggota DPRD DKI Jakarta dilakukan Marketing PT Offistarindo Adhiprima bernama Sari Pitaloka dengan cara beberapa kali menyerahan Uang secara tunai yang dibungkus dengan bungkusan warna coklat seperti kertas 1 rim yang dimasukan ke dalam tas kecil warna hitam. Uang tunai yang diterima beberapa kali antara bulan Agustus sampai bulan Desember oleh Erwin dari Devita langsung diserahkan kepada Agus Sutanto dan diserahkan kepada Firmansyah.

Harry juga memberikan uang terima kasih sejumlah Rp4 miliar untuk masing-masing pengadan UPS di Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Namun Alex belum mau menerima dan menyampaikan supaya uang tersebut di pegang dulu oleh Harry dan hanya Zaenal Soelman selaku PPK Sudin Dikmen Kota Administrasi Jakarta Pusat yang menerima uang dari Harry.

Nota pembelaan akan dibacakan pada 10 Maret 2016.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016