Jakarta (ANTARA News) - Persatuan Pelayaran Nasional Indonesia (Indonesian National Shipowners` Association/INSA) mengusulkan kepada pemerintah untuk menaikkan tarif angkutan laut hingga 200 persen dari kondisi saat ini agar pengusaha di sektor ini mampu bertahan dan meningkatkan pelayanan kepada penumpang. "Bagaimana kami bisa bertahan? Jika kondisi tarif saat ini hanya Rp325 per mil per penumpang atau jauh dari standar formulasi tarif sesuai ketentuan pemerintah dalam KM (Keputusan Menteri Perhubungan) tahun 2003 sebesar Rp800 per mil per penumpang," kata Anggota Bidang Angkutan Penumpang dan RoRo DPP INSA, Bambang Haryo S kepada pers di Jakarta, Kamis. Menurut Bambang, patokan tarif angkutan laut selama ini mengacu kepada PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) yang jelas-jelas disubsidi oleh pemerintah. "Akibatnya, standar pelayanan kapal-kapal swasta ikut Pelni, termasuk tarifnya. Sedangkan mau menjual lebih mahal, jelas tidak bisa karena karakteristik penumpang Indonesia masih rentan terhadap tarif," katanya. Sementara itu, beban pengusaha angkutan laut semakin hari semakin berat, terutama dampak dari kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM). "Sejak 2001, tarif angkutan laut tak pernah berubah, sedangkan BBM sudah naik 500 persen lebih," katanya. Padahal, secara regulasi, tegasnya, mereka semuanya sudah patuh, terutama pada ketentuan manajemen keselamatan internasional (ISM Code) dan ketentuan keamanan di laut atau Safety of Life at Sea (SOLAS) sesuai rekomendasi Organisasi Maritim Internasional (IMO). "Di Jepang saja, angkutan RoRo dan penyeberangan di sana, mengadopsi Solas tidak sampai 100 persen, sedangkan angkutan laut Indonesia bisa dijamin 100 persen mematuhi," katanya. Dengan kondisi seperti itu, tegasnya, jika pemerintah jadi mengeluarkan kebijakan pembatasan usia armada angkutan laut 25 tahun, maka hampir bisa dipastikan, pengusaha angkutan laut akan gulung tikar. "Hampir bisa dipastikan tak akan mampu menyewa, membeli atau membuat kapal baru," katanya. Sementara, apa yang dijalani armada laut nasional selama ini, terutama dari segi pelayanan sudah maksimal, terlebih bila dibandingkan dengan usaha sejenis di negara lain. "Mana ada jenis transportasi yang kelas ekonominya sangat bagus di Indonesia. Artinya, ber-AC, ada TV, hiburan musik hidup, karaoke dan dapat makan," katanya. Kemudian, di Filipina, tarif dasar kelas ekonominya sudah sebesar Rp1.500 per mil per penumpang, namun untuk pelayanan yang diberikan sangat berbeda dengan apa yang diberikan oleh operator di Indonesia. "Di sana (kelas ekonomi atau Kelas Super Value) tak ber-AC, tak dapat makan. Apalagi hiburan gratis dan lainnya," katanya. Sedangkan tarif yang harus dibayar oleh penumpang kelas ekonomi, misalnya rute Manila-Sebu sejauh 300 mil laut harus membayar Rp460 ribu, sedangkan di Indonesia untuk jarak yang sama hanya membayar Rp150 ribu.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007