Jakarta (ANTARA News) - Sunny Tanuwidjaja, sosok yang dicegah keluar negeri terkait kasus suap dengan tersangka anggota DPRD DKI Mohammad Sanusi, ditemui wartawan di Balai Kota DKI Jakarta pada Senin  (11/4). Berikut keterangannya ketika menjawab pertanyaan wartawan :

Tanya (T): Bagaimana soal pencegahan ke luar negeri? 
Jawab (J): Berat, dicekal kan Humas KPK sudah bicara. Intinya supaya siapa saja kasih keterangan nanti, semoga lebih cepat lebih baik lah. 

T: Hari ini ngantor ngapain Pak? 
J: Hari ini ngantor? Ya seperti biasa kan sudah sering. 

 T: Hubungan Anda dengan Aguan (bos perusahaan properti) ?
J: Seperti dengan pengusaha-pengusaha lainnya saja, kan kenal. 

T: Berarti dekat ya? 
J: Sama semua juga dekat, sama semua juga baik kok. Enggak ada bedanya. Dalam banyak pertemuan Pak Ahok dengan politisi atau pengusaha, saya sering diajak. Supaya ada saksi, katanya, gitu. Kebanyakan politisi dan pengusaha itu berbicara soal politik, nah saya diajak supaya bisa kasih masukan-masukan, intinya gitu. Kalau soal setelah itu mereka (para pengusaha) ada ingin menyampaikan sesuatu kepada Pak Ahok, bisa langsung ke Pak Ahok, kadang juga lewat saya. Tujuannya itu saja sih.

T: Status Anda di sini sebagai apa? Staff khusus atau apa? 
J: Sebenarnya enggak ada status atau nama tertentu ya. Pokoknya tugas Saya adalah bantu Pak Ahok, kasih dia masukan seperti itu aja.

T: konsultan ya? 
J: Ya kalau konsultan susah dong, namanya konsultan nanti dikira konsultan apa lagi. Terserah lah terserah mau sebut apa.

T: Soal desertasi kuliah bagaimana? Katanya ikut Pak Ahok karena tugas desertasi.
J: Itu dulu, jadi pertama kali bantu Pak Gub salah satu tujuannya adalah mempelajari beliau. Bagaimana dia berpolitik, bagaimana dia berhubungan dengan pengusaha dan politisi, dan sebagainya. Soal desertasi masih pending, belum selesai.

T: Kuasa hukum Sanusi sebut Anda sebagai perantara? 
J: Sebenarnya kalau antara pengusaha dengan DPRD, mereka sudah saling kenal kok. Bahkan lebih dulu sebelum ada saya. Sebelum saya kenal pengusahanya, sebelum saya kenal dengan DPRD-nya, mereka sudah saling kenal. Misalkan kayak Pak Sanusi dan Pak Ariesman.Setahu saya sejak 2004, Pak Sanusi kan sebelum jadi anggota  DPRD DKI dia pengusaha. Pernah ada kerjasama juga dengan Agung Podomoro Land. Jadi memang hubungan mereka sudah lama dan sebenarnya enggak perlu saya untuk kenal untuk bicara.

Tapi kalau soal penghubung mereka dengan Pak Gub, kadang-kadang iya. Karena kan mereka ingin kasih masukan, sungkan dengan Pak Ahok, gak tahu timingnya kapan yang tepat, makanya kadang-kadang via saya. Tapi kadang-kadang langsung juga.

T: Soal Raperda reklamasi hubungannya dengan Gubernur bagimana?
 
J: Paguyuban reklamasi itu selain berinteraksi dengan tim di Bappeda selama proses pembentukan draft dari versi eksekutif, mereka juga berinteraksi dengan konsultan Bappeda. Kan selalu ada perbedaan pandangan. Mereka juga ingin menyampaikan pandangan dari sisi mereka. Kadang langsung ke Pak Gub, kadang langsung ke saya. Interaksinya dari situ sebenarnya.

T: Kenapa harus lewat Anda?
J : Enggak harus, memang enggak harus, cuma karena kebetulan saja kenalnya sama saya ya, lewat yang lain juga bisa kok. Langsung ke Pak Ahok juga bisa. Cuma kan kadang-kadang, mereka kan enggak tahu kalau Pak Gub tidak memperhatikan detail teknis-teknis Raperdanya itu. Enggak mungkin Pak Ahok cerna semua. Mungkin ada beberapa yang dia pelajari detil semua, kadang tidak. Jadi kadang via saya, kadang langsung.

T: Ketemu Sanusi kapan? 
J: Sudah lama. Kalau kontak, betul seperti yang Pak Sanusi sebut. Memang saya kontak dia. Kenapa? Karena memang saat itu, draft dari Bappeda sudah selesai. Kemudian, diajukan ke DPRD. Tapi kayaknya DPRD lama tidak bergerak. Kemudian dibahas.Paguyuban cek ke saya. Saya bilang cek aja langsung ke sana (DPRD), nah sudah dicek berkali-kali, enggak clear. Saya mau tanya Bu Tuty (Kusumawati, kepala Bappeda) kan enggak enak. Jadi, yaudah saya cek langsung. Kenapa Sanusi? Karena kita tahu, Sanusi paling tahu soal beginian. Yang lain kan enggak ngerti.

T: Kapan terakhir kontak?
 
J: Februari. Saya enggak ingat.

T: Pembahasan tambahan kontribusi apakah disampaikan ke Sanusi? 
J: Kalau pembahasan kontribusi, begini, harus jelas. Sebenarnya, pembahasan soal ide kontribusi, kontribusi tambahan yang 15 persen itu, itu kan sebenarnya sudah ada, mungkin sejak tahun lalu pembahasannya. 

Jadi kan prosesnya panjang. Nah, dalam proses panjang ini, Pak Gub menerima banyak masukan. Terutama dari dua hal: satu, impact ekonominya seperti apa. Kalau impact pendapatan dari Pemda jelas. 

Impact terhadap pembangunannya bagaimana, dan kedua dari sisi impact hukumnya. Ada enggak sih dasarnya sebenarnya? Seorang Gubernur mengatakan oke gue mau tambah lagi kontribusinya. Jadi perdebatannya panjang sekali. Dengan keputusan itu, sebetulnya Pak Gub tidak punya posisi yang fixed. Makanya ketika Pak Sanusi dan saya kontak, dia tanya gimana posisinya Pak Gubernur. 

Nah sementara Pak Gubernur, Februari itu, ada dalam posisi mengatakan "ya terserah lah kalau dia mau ngerjain kita, mau bikin deadlock, atau mau nyoret terserah, pokoknya nanti dia mau masukin ya bagus, kalau dia lepas ya nanti kita taruh di pergub, nah kemudian kan ada orang menuduh, oh berarti Pak Gub ingin ngatur sendiri dong di peraturan gubernur, mana bisa.Kemarin juga saya ditanya media, 'berarti Pak Gub mau mainin di pergub?' ya gimana mau dimainin, semua orang sudah tahu 15 persen.

T: Termasuk soal penawaran 5 persen? 
J: Dia enggak nawar, cuma nanya inginnya Pak Gubernur apa pada saat itu. lagian mereka mana berani nawar, kalau mau nawar (langsung) ke Pak Gubernur dong jangan sama saya. Kayak mau nawar barang aja.

T: Sumber KPK menyebutkan Sanusi itu kalau bicara selalu menyebut Kokoh?
J: Jadi Pak Sanusi itu bilang Kokoh sudah setuju. Saya yang bilang begitu. Pada saat itu, pada poin itu, Pak Gubernur posisinya bukan pada setuju atau enggak, tapi terserah lu mau hapus, lu mau bikin deadlock, terserah. kalau mau lu hapus, terus lolos enggak apa-apa, gue dapat cek kosong, nanti di pergub bisa gue masukin, kan begitu logikanya. 

Persoalannya adalah begitu dibikin deadlock, nanti dipergunakan perda apa? Pakai perda lama dong. kalau pakai perda lama tidak ada kontribusi tambahan loh. terus kontribusi tambahannya di mana? masuk peraturan gubernur juga sama. sama aja jadinya. Jadi sebenarnya bukan nego gimana. Tapi di mana, mau di perda atau di pergub? Dua-duanya sama saja, enggak bisa ngeles kok. tetap 15 persen. 

Pak Gub sudah buka di mana-mana. bukanya bukan kemarin loh, udah dari berbulan-bulan lalu. pokoknya 15 persen harus masuk, entah di perda atau di pergub.

T: Jadi dengan kata lain ada negosiasi antara Sunny dengan Sanusi? 
J: Kalau Saya sama Sanusi enggak ada nego apa-apa.

T: Berarti yang disebut Sunny melobi itu salah? 
J: Saya mau melobi siapa? Pak Gubernur? saya sama Pak Gubernur nih, contoh, misalkan, saat dia masih jadi wakil gubernur, saya nih sebenarnya pro UMP jangan dinaikin, pak gubernur (Ahok) bilang, harus naik 40 persen waktu itu pertama kali. saya debat sama dia, eh digebrak meja saya sama dia, kapok saya debat-debat sama dia. Ngapain debat-debat.

T: Sumber KPK menyebutkan Sunny mengatur pertemuan antara Aguan-Ahok? 
J: Saya mengatur pertemuan Pak Ahok dengan pelbagai macam pengusaha kok. bukan ngatur loh ya, Pak Ahok bilang saya ingin ketmu dia, bisa dijadwalkan enggak? Atau pengusahanya bilang, saya mau ketemu Pak Ahok dijadwalkan bisa enggak? Sama Pak Aguan, Pak Trihatma, mau siapa pun enggak semua juga lewat saya, kadang-kadang bisa langsung, bisa lewat staf lain juga bisa. 

Saya ngatur juga kadang-kadang kok. Biasanya pengusaha-pengusaha itu persepsinya, Pak Gubernur itu dekat sama Pak Presiden bisa dimasukkan kepada Pak Presiden' mereka suka ngobrol dengan pak gubernur harapannya bisa sampai ke pak presiden gitu. 

T: Pertemuan itu sekali atau berkali-kali? 
J: Kalau sama Pak Aguan sebulan sekali lah, kurang lebih seperti itu.

T: Soal pencegahan Anda ke luar negeri tepat enggak sih? 
J: Saya pokoknya nurut ajalah, mumpung sekarang belum pengen keluar negri lagi jadi ya sudahlah, gak terlalu berasa juga.

T: Tanggapan Ahok soal pencengahan Bapak ke luar negeri? 
J: Pokoknya Pak Ahok bilang apapun sampaikan secara terbuka, udah begitu saja. Pokoknya hadapi sampaikan secara terbuka, begitu saja katanya.

T: Sudah terima surat pemanggilan KPK? 
J: Belum, saya lagi minta KPK suratnya, supaya di dalam suratnya ada alasannya, saya engak tau nanti dapat apa enggak, masih nunggu. Tapi benar lah pasti dicekal.

T: Kalau dipanggil KPK siap?
J: Ya harus siap dong, masa mau lari, kan sudah dicekal.

T: Tahu enggak kasus suap Podomoro sama Sanusi?
J: Gak tahu, masa orang mau nyuap lapor-lapor saya dulu, ngapain lapor-lapor saya dulu.

T: Reklamasi ini dinamika dengan DPRD laporan ke Anda karena Anda dekat dengan Podomoro dan pengusaha lain?
J: Mereka sebenarnya bisa langsung, mereka memang udah kenal lama, jadi enggak mungkin via saya. Sudah kenal lama, saya enggak tahu mereka bicara apa dan lain sebagainya.

Tapi kan secara logika aja, ini kan pengetahuan umum kalo memang ada perda yang kepentingannya mencabut pengusaha, menurut anda pengusaha bakal lobby ke DPRD enggak? Bicara enggak sama mereka? Komunikasi enggak sama mereka? Pasti ya wajar, persoalan-persoalan lain saya enggak tahu. Tanya mereka.

T: Apakah Anda memfasilitasi pertemuan Sanusi sama APL enggak? 
J: Enggak, saya kan tadi udah jelasin. Jadi sanusi dengan Podomoro sudah kenal lama. Sepengetahuan saya sejak 2004 kalau gak salah menurut cerita mereka, dalam proyek pembangunan Thamrin City. Jadi kalau misalkan mereka mau ketemu mau ngobrol mau apa, ngapain lewat saya, orang bisa ketemu langsung kok.

T: Kasus ini adalah role model calon lain? 
J: Sebenarnya ini ingin menunjukkan politisi jujur enggak transaksi, enggak pakai uang banyak bisa menang enggak? Tujuannya itu.

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016