KPK menggelar OTT pada Senin (11/4) sekitar pukul 07.00 WIB di kantor Kejati Jabar dan pada pukul 13.40 WIB di Subang Jabar
Jakarta (ANTARA News) - Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkapkan kronologi Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Bupati Subang Ojang Sohandi dan dua jaksa di lingkungan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar).

"KPK menggelar OTT pada Senin (11/4) sekitar pukul 07.00 WIB di kantor Kejati Jabar dan pada pukul 13.40 WIB di Subang Jabar," kata Agus dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Selasa.

Menurut Agus, pada Sabtu (9/4) Lenih Marliani yang merupakan istri dari mantan Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Kabupaten Subang Jajang Abdul Kholik membuat janji pertemuan dengan Deviyanti Rochaeni yang merupakan jaksa penuntut umum dari Kejati Jabar yang menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi penyalagunaan anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kabupaten Subang 2014 dengan terdakwa Jajang dan mantan Kepala Dinas Kesehatan Subang Budi santoso di pengadilan negeri tindak pidana korupsi (Tipikor) Bandung.

"Sekitar pukul 07.00 WIB pada Senin (11/4) terjadi penyerahan di ruang DVR lantai 4 Kejati Jabar. LM kemudian keluar Kejati menuju mobil, dan sekitar pukul 07.20 WIB saat masuk ke mobil LM diamankan di parkiran Kejati Jabar," tambah Agus.

Tim KPK kemudian mengamankan uang Rp528 juta dari kantor Deviyanti di lantai 4 Kejati Jabar.

"Diduga uang sejumlah Rp528 juta merupakan uang suap sebagaimana kesepakatan antara LM dan FN (Fahri Nurmallo), FN adalah salah satu jaksa yang tadinya bertugas di Kejati Jabar, namun minggu sebelumnya sudah dipindahkan ke Jawa Tengah, Semarang. FN adalah ketua tim dari Kejati Jabar yang menangani kasus dugaan tipikor BPJS di Subang," jelas Agus.

Uang Rp528 juta dalam pecarah Rp100 ribu dan Rp50 ribu tersebut berasal dari Bupati Subang Ojang Sohandi.

"Uang diduga berasal dari OJS (Ojang Sohandi) yaitu Bupati Subang. Tujuannya pasti untuk meringankan tuntutan terhadap JAH, terdakwa kasus tindak pidana korupsi BPJS Subang 2014 dan mengamankan agar OJS tidak tersangkut kasus," ungkap Agus.

Selanjutnya tim KPK pada pukul 13.40 WIB menuju Subang untuk mengamankan Ojang.

"Tim mengamankan OJS dan ajudan. Tim menemukan uang sejumlah Rp385 juta di mobil tersangka sebagai dugaan penerimaan OJS sebagai bupati subang," jelas Agus.

Saat penjemputan tersebut, Ojang diketahui sedang mengikuti rapat Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) di kantor Komando Distrik Militer (Kodim) setempat.

"Bupati masih ada rapat Muspida yang juga dihadiri oleh Dandim (Komandan distrik militer) dan Kapolres, tapi petugas KPK bicara baik-baik dan Alhamdulilah dengan bantuan Kapolres dan Dandim menyerahkan yang bersangkutan ke KPK dan dibawa ke Jakarta. Petugas KPK meminta izin dan beliau berdua meyakinkan agar bupati ikut petugas KPK ke Jakarta," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam acara yang sama.

Atas perbuatan tersebut, Lenih Marliani, Jajang Abdul Kholik dan Ojang Sohandi sebagai tersangka pemberi suap kepada jaksa dan menyangkakan ketiganya melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1.

Pasal tersebut mengatur mengenai perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Ojang juga masih disangkakan pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal tersebut mengatur tentang penerimaan gratifikasi oleh penyelenggara negara yang nilainya lebih dari Rp10 juta atau lebih pembuktiannya harus dilakukan oleh penerima gratifikasi dengan ancaman penjara maksimal seumur hidup atau paling lama 20 tahun dan denda Rp1 miliar.

Sedangkan kepada dua jaksa yaitu Deviyanti Rochaeni dan Fahri Nurmallo disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016