Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia membentuk tim untuk pemulangan buron kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono dari China ke Indonesia.

Jaksa Agung HM Prasetyo, usai bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta, Senin, mengatakan tim tersebut antara lain melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN), Kejaksaan Agung, dan Kementerian Luar Negeri.

"BIN jadi bagian dari tim terpadu, nanti eksekutornya Kejaksaan Agung. Jadi siapa pun yang menangkap, terakhir itu eksekutornya tetap Kejaksaan," kata Prasetyo di Kantor Wakil Presiden Jakarta.

Sementara itu, peran Kementerian Luar Negeri saat ini adalah untuk membantu proses diplomasi dengan Pemerintah China dalam rangka memulangkan terpidana korupsi Samadikun Hartono ke Indonesia untuk dilakukan tindakan hukum di Tanah Air.

"Ini kan menyangkut hubungan diplomasi, kami melibatkan Kemlu. Saya juga sudah berkomunikasi intensif dengan Kepala BIN (Sutiyoso) dan saat ini salah satu deputi BIN juga sedang berada di China," jelasnya.

Selain menangkap dan memulangkan koruptor BLBI, Prasetyo juga mengatakan tim terpadu tersebut juga akan berupaya menangkap buron-buron lain.

"Jaringan kami bekerja terus dan kami punya tim terpadu pengejar tersangka, terdakwa dan aset hasil tindak pidana korupsi. Kami berharap satu per satu bisa kita pulangkan, masih ada Eddy Tansil ada juga Djoko Tjandra," katanya.

Terkait penangkapan buron koruptor kasus korupsi BLBI, Wakil Presiden Jusuf Kalla berharap buron-buron koruptor lainnya di luar negeri dapat juga segera ditangkap.

"Jadi kita bersyukur, berterima kasih pada aparat yang dapat tangkap Samadikun. Mudah-mudahan yang lain juga bisa," kata Wapres.

Samadikun telah divonis bersalah dalam kasus penyalahgunaan dana talangan atau BLBI senilai sekitar Rp2,5 triliun yang digelontorkan kepada Bank Modern menyusul krisis finansial 1998.

Kerugian negara yang terjadi dalam kasus ini adalah sebesar Rp169 miliar. Berdasarkan putusan Mahkamah Agung tertanggal 28 Mei 2003, mantan Komisaris Utama Bank PT Bank Modern Tbk itu dihukum empat tahun penjara.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016