Bagaimana biar orang bangga dengan produk daur ulang
Bangkok (ANTARA News) - Bisnis busana menjadi salah satu isu yang disoroti oleh pengusaha muda dari dua negara berbeda dalam kompetisi mahasiswa pengusaha Entrepreneur’s Organization Global Student Entrepreneur Awards (EO GSEA) yang digelar di Bangkok, Thailand 10-12 Mei 2016.

Berawal dari kepeduliannya pada lingkungan, finalis GSEA asal Indonesia Vania Santoso mengembangkan produk sampah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis sekaligus estetika, Stylish Art in Ecopreneurship (STARTIC).

“Pemilahan sampah biar menjadi produk yang marketable,” kata Vania saat berbincang-bincang di antara jadwal kompetisi tersebut.

Vania terlebih dulu mendirikan gerakan peduli lingkungan AV Peduli yang kini menjadi penyokongnya dalam memperoleh sampah kering.

“Kami sudah punya bank sampah yang tetap,” kata Vania.

Lulusan Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Airlangga ini pernah membuat tas dari sampah plastik namun dirasanya kurang memiliki nilai jual bila dilihat dari kemasan.

Berbagai perombakan ia lakukan untuk mendapatkan produk bahan daur ulang dengan model yang memiliki daya saing.

Menggunakan bahan-bahan sampah pun rupanya kurang dilirik pasar lokal yang masih memilih produk bermerk daripada buatan tangan.

“Bagaimana biar orang bangga dengan produk daur ulang,” kata dia.

Salah satu produk andalan STARTIC adalah tas serupa kulit yang terbuat dari kertas sak semen yang diberi pewarna dan pelapis alami agar terlihat mengkilap.

Ia memastikan bahan-bahan lain yang digunakan dalam bisnisnya itu alami dengan bekerja sama dengan laboratorium di almamaternya.

Vania rupanya tidak melulu berorientasi profit dalam memasarkan produknya. Selain fesyen yang ramah lingkungan, ia menjadikan produk buatannya sebagai alat perkenalam masyarakat awam terhadap isu lingkungan.

“Mengenalkan fesyen beretika,” kata dia.

Berbeda dengan Vania, Gladys Martinez dari El Salvador ingin memperkenalkan negaranya melalui tas buatan tangan.

“Warna-warna cerah berhubungan dengan negara saya,” kata Martinez saat memaparkan usahanya Vaiza.

Menyimpan keindahan pantai, ia menyesali negaranya lebih banyak terkenal karena kasus kejahatan.

Banyak juga penduduk yang akhirnya memilih untuk meninggalkan El Salvador karena merasa bukan tempat yang indah untuk ditinggali.

“Saya tidak ingin mereka pergi,” kata Martinez.

Mahasiswi desain di Universidad Dr. Jose Matias Delgado ini pun menggunakan kemampuannya untuk mengolah tekstil menjadi aksesoris sekaligus menyematkan budaya El Salvador dalam produknya.

Di hadapan dewan juri, Martinez tidak malu menceritakan ketidaktahuannya dalam bisnis fesyen mulai dari memilih desain hingga memasarkannya.

Pernah suatu kali ia mendapat pesanan dalam jumlah yang sangat besar dan bahkan ia tidak tahu bagaimana harus membuat dan mengirimnya, ia hanya berkata “satu bulan dari sekarang saya kirim”, akhirnya selesai dalam hitungan minggu.

Ia pun tak segan mengakui kesalahan-kesalahan yang pernah dibuatnya pada saat pertama kali menjalankan usahanya, memilih rekan kerja karena ia baik dan menyenangkan untuk berteman.

“Ternyata kami tidak satu visi dan semuanya tidak lancar,” kata dia.

Ketidaktahuan pula yang membuatnya meminta masukan dari orang lain untuk produknya, seperti jangan mencantumkan nama “buatan El Salvador” agar produk laku dan menggunakan warna netral. 

“Salah saya mendengarkan mereka,” kata dia.

Bagi dia, menjalankan usaha berarti harus mencari orang-orang yang tepat agar dapat berkembang ke arah yang positif.

Martinez keluar sebagai juara pertama Global Student Entrepreneur Awards (GSEA) dan merupakan satu-satunya perempuan dari lima finalis yang melaju ke babak final.

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016