Jakarta (ANTARA News) - UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diusulkan untuk direvisi sebelum pergantian kepemimpinan KPK pada Desember 2007. Ketua Komisi III DPR-RI, Trimedya Pandjaitan, ketika ditemui di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Senin, mengatakan pimpinan KPK yang baru nantinya diharapkan bisa bekerja dengan UU yang telah direvisi. "Ini baru usulan pribadi saya saja, belum dilontarkan ke Komisi III. Logikanya, agar pimpinan KPK yang baru nantinya bekerja dengan peraturan yang baru pula," tuturnya. Ia menjelaskan, revisi UU KPK juga termasuk agenda yang penting setelah adanya putusan MK yang mengamanatkan pembentukan UU Pengadilan khusus tindak pidana korupsi. Menurut dia, revisi UU KPK akan menjadi pintu masuk pembentukan UU Pengadilan Tipikor seperti yang diamanatkan oleh MK. "Kalau dihitung waktunya, seharusnya revisi UU KPK itu dikerjakan tahun ini, kalau perlu sebelum pergantian pimpinan KPK. Karena pada 2008, DPR pasti terfokus pada UU Politik untuk Pemilu 2009," katanya. Trimedya menambahkan, pengaturan tentang penyadapan dalam UU KPK juga perlu diperjelas melalui revisi UU tersebut. Selain itu, lanjut dia, aturan tentang tata cara pemilihan pimpinan KPK juga perlu diperbaiki. Aturan dalam UU KPK saat ini menyatakan, DPR menerima calon pimpinan KPK sebanyak dua kali dari jumlah jabatan yang dibutuhkan. Sehingga, untuk mencari lima pimpinan KPK, DPR harus memilih dari 10 calon yang ada. Trimedya berpendapat, jumlah calon itu sangat terbatas untuk menemukan figur pimpinan KPK yang tepat. "Diusulkan satu banding tiga atau lima. Sehingga, DPR juga banyak pilihan saat melakukan uji kelayakan," ujarnya. Lima pimpinan KPK akan mengakhiri masa jabatannya pada Desember 2007, setelah lima tahun menjabat. Trimedya berharap, komposisi pimpinan KPK masa periode berikutnya dapat diisi lebih banyak oleh calon yang berlatar belakang hukum. Saat ini, hanya dua dari pimpinan KPK, yaitu Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki dan Wakil Ketua Tumpak Hatorangan Panggabean, yang berasal dari lembaga penegak hukum, sedangkan sisanya, Amien Sunaryadi, Erry Ryana Hardjapamekas, dan Sjachruddin Rasul, berasal dari kalangan profesi. Tidak seperti sebelumnya, panitia seleksi pimpinan KPK saat ini dibentuk oleh Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara (PAN), bukan oleh Departemen Hukum dan HAM. KPK beralasan, langkah itu untuk menghindari konflik kepentingan karena Menteri Hukum dan HAM, Hamid Awaluddin pernah tersangkut beberapa kasus di KPK saat masih menjabat anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU).(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007