Bandung (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan pemberantasan terorisme tidak bisa dilakukan hanya oleh Polri atau TNI saja namun diperlukan kolaborasi keduanya, yang selanjutnya  pengaturan yang baik meskipun tetap menjadikan Polri sebagai "leading sector".

"Hal itu akan menjadi pembahasan di Pansus Terorisme termasuk yang akan diputuskan DPR dan pemerintah," katanya di Bandung, Kamis.

Hal itu dikatakannya usai menghadiri acara promosi gelar doktor Wakil Ketua Komisi IV Herman Khaeron, di Aula Universitas Padjajaran, Bandung, Kamis.

Dia mencontohkan, di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Australia diatur bahwa pelibatan militer dibolehkan namun harus ada permintaan dari Kepolisian.

Namun dia mengatakan, ada juga negara yang mengatur bahwa militer dilibatkan dalam pemberantasan terorisme secara langsung.

"Karena itu dalam konteks di Indonesia, harus dikaji dahulu bagaimana aturannya," ujarnya.

Politikus Partai Gerindra itu memahami bahwa ada kekhawatiran masyarakat apabila TNI dilibatkan lebih jauh dalam pemberantasan terorisme, dikhawatirkan akan terjadi pelanggaran HAM.

Dia mengatakan dirinya tidak ingin pelanggaran HAM terjadi sehingga kebijakan itu akan ditimbang lebih jauh lagi terkait hal tersebut.

"Namun kita sepakati apakah terorisme merupakan ancaman kejahatan biasa atau membawa ancaman terhadap negara," katanya.

Fadli menilai ketika terorisme menjadi ancaman negara maka keterlibatan TNI sangat penting dan mekanismenya harus permintaan Polri.

Namun dia menilai tidak perlu persetujuan Presiden ketika ingin melibatkan TNI dalam operasi pemberantasan terorisme karena kasus di Poso sangat efektif tanpa persetujuan Presiden dahulu.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016