Djakarta, 17 Agustus 1954 (Antara) - Dalam pidatonja beratjara "Berirama dengan Kodrat" dalam memperingati hari ulang tahun ke-9 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Istana Merdeka pagi hari ini, Presiden Sukarno memperingatkan lagi kepada seluruh bangsa dan pemimpin2 rakjat supaja dalam menghadapi pemilihan umum ini menundjukan arah mata melulu kepada kepentingan nasional kita, djangan sampai pertempuran politik membahajakan keutuhan bangsa.

Presiden andjurkan supaja seluruh rakjat tetap setia kepada tjita2 Revolusi Nasional kita karena penjimpangan akan menjebabkan Revolusi Nasional kita mendjadi berantakan, dan-- kata Presiden-- mungkin datanglah revolusi baru, revolusi apa, wallahualam.

Dalam pidatonja ini Presiden mengutarakan pula soal2 ekonomi dengan mengemukakan potensi2 jang ada pada bumi dan bangsa Indonesia dan dalam pada itu memperingatkan kepada pemuda2nja akan kewadjiban mereka di lapangan pembangunan, a.l sebagai tenaga ahli jang sangat dibutuhkan.

Mengenai usaha ekonomi terkait modal ekonomi luar negeri, dikatakannja, bahwa ini boleh kita pakai sekedar sebagai supplemen daripada modal nasional kita dan bekerdja atas dasar2 jang diletakkan dalam satu undang-undang nasional.

Presiden kupas pula situasi internasional sekarang, dimana "gerbong2 raksasa sedang awas mengawasi satu sama lain dalam suasana permusuhan dan tjuriga" dan menerangkan keinginan bangsa Indonesia untuk bergaul bebas dan ramah-tamah dengan setiap bangsa di muka bumi ini.

Presiden katakan bahwa setiap usaha mentjegah kebutuhan akan pergaulan itu bertindak melawan berlakunja kodrat, maka akan menimbulkan ketegangan.

Dalam hubungan "mendjalani kodrat" ini Presiden djuga kupas soal2 pendjadjahan jang dalam tahun 1954 ini masih ada di dunia, jang bertentangan dengan segala hal jang digembar-gemborkan mengenai "keinginan perdamaian", "persaudaraan dunia", "kerdja sama internasional" dsb-nja.

Dalam rangkaian ini Presiden kupas soal Irian Barat dan ketidaksediaan Belanda untuk membitjarakannja dengan pihak Indonesia.

Mengenai hasil perundingan Den Haag, Presiden katakan, bahwa hapusnja Uni adalah hanja suatu mijlpaal dalam perdjalanan perdjuangan kita, karena perdjalanan ini masih bersambung. "For a fighting nation there is no journey's end," kata Presiden.

Harus ditjatat bahwa seluruh pidatonja ini ditekankan pada pentingnja Pantjasila sebagai dasar Revolusi Nasional kita sedjak dulu dan jang harus tetap mendjadi dasar negara kita seterusnja. Pantjasila adalah alat perekat batin jang utama bagi bangsa Indonesia, kata Presiden, satu-satunja semen-batin jang dapat menjemen seluruh bangsa Indonesia.


Sumber: Pusat Data dan Riset ANTARA //pdra.antaranews.com/Twitter : @perpusANTARA


Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016