Garut (ANTARA News) - Acil Bimbo, budayawan yang terkenal melalui grup musik akustik Bimbo, menilai bahwa dewasa ini bangsa Indonesia sakit keras, yang nyaris seluruh tatanan sosial kehidupan berjalan abnormal, sebagai dampak terjadinya kemunduran budaya daerah yang tidak hanya berlangsung di seluruh Nusantara. Padahal, katanya, kekuatan tradisional, seperti warga Sunda, pada budayanya yang semula "someah" (ramah-tamah) dan gotong royong, namun kini umumnya kebersamaan warga Sunda hilang menjadi lebih individualistis dan egois melebihi orang Barat (Eropa). "Bahkan, menginjak ke bawah dan menjilat ke atas," tegasnya, di sela-sela seminar tentang pemberdayaan kebidayaan tradisional, di Garut, Kamis. Dia mengajak setiap warga Sunda untuk senantiasa "ngajaga lembur" (menjaga kampung), "akur jeung dulur" (bersahabat dengan siapa pun) dan "panceug dina galur" (patuh terhadap aturan dan etika), melalui jalinan silaturahmi mulai dari lingkungan tingkat RT/RW hingga ke kecamatan, katanya. Diingatkannya, warga Sunda pun tidak memiliki potensi perlawanan meski kawasan yang sarat nilai historis, seperti Rancamaya dijadikan "real estate" malah hanya bisa diam lantaran terdapat "backing" berpangkat jenderal, dan demikian pula pasir yang dijual ke Singapura menjadikan daratan Singapura bertambah 12 kilometer persegi. "Tapi, Presiden SBY diam saja, yang semestinya berani mengatakan dengan lantang bahwa kini bendera Merah Putih sudah bisa ditancapkan di Singapura pada lokasi yang pasirnya didatangkan dari Indonesia," kata Acil. Salah seorang putra Rd. Dajat Hardjakusumah (kini almarhum), mantan Kepala Kantor Berita ANTARA Biro Bandung, antara lain mengajak massa menjalin dan membangun kembali kebersamaan, kepedulian, serta meningkatkan rasa memiliki kampung dan negeri ini. Oleh karena kompleksnya permasalahan ke masa depan bangsa Indonesia semakin berat, ia menilai, sehingga diperlukan ajakan kepada masyarakat untuk melakukan studi potensi kampung sendiri, bisa menolong diri sendiri, dan dimulainya dialog yang sehat dan benar. Di sela-sela acara seminar itu, Acil yang bersuara bariton mengakhiri pemaparannya dengan membacakan puisi sunda karangan Nano S. berjudul "Carakan". (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007