"Rilis inflasi September 2016 yang terbilang masih stabil mendukung rupiah untuk kembali terapresiasi terhadap dolar AS," kata pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia Tbk Rully Nova.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada September 2016 terjadi inflasi sebesar 0,22 persen, sehingga inflasi tahun kalender Januari-September 2016 mencapai 1,97 persen dan tingkat inflasi dari tahun ke tahun (yoy) 3,07 persen.
Di sisi lain, lanjut dia, ekspektasi pasar terhadap ekonomi domestik yang masih positif juga turut menopang rupiah, aset berdenominasi rupiah tetap diminati.
"Sentimen positif dari dalam negeri cukup mendominasi di tengah redupnya sentimen dari bank sentral AS mengenai kebijakan kenaikan suku bunga acuan," katanya.
Dari eksternal, lanjut dia, kesepakatan dari anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk membatasi produksi masih membebani laju dolar AS di kawasan Asia, termasuk di dalam negeri.
Terpantau, harga minyak mentah dunia jenis WTI crude pada Senin (3/10) sore ini menguat 0,97 persen ke posisi 48,71 dolar AS per barel dan Brent crude naik 1,06 persen ke level 50,72 dolar AS per barel.
Sementara menurut kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah berada pada 13.010 per dolar AS, melemah dari posisi sebelumnya (30/9) 12.998 per dolar AS.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016