Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengakui, pelaksanaan kebijakan 20 persen taksi yang beroperasi di Jakarta harus menggunakan bahan bakar Liquid Petroleum Gas (LPG) masih terhambat keterbatasan peralatan dan sarana yang ada. Wakil Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, di Balaikota Jakarta, Kamis, memaparkan ketentuan 20 persen taksi menggunakan LPG tersebut sesuai dengan salah satu pasal dalam Perda nomor 2 tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara Jakarta. "Memang, kita punya kebijakan itu, namun karena jaminan suplai dan juga ketersediaan peralatan belum ada maka programnya belum terealisasi," katanya. Usai bertemu dengan perwakilan PT Itochu Indonesia, pria kelahiran Jakarta pada 10 April 1948 itu memaparkan, saat ini yang paling penting adalah menjamin ketersediaan pasokan dan perlengkapan LPG untuk taksi dan kendaraan dinas Pemprov yang memang diamanatkan untuk menggunakan bahan bakar ramah lingkungan tersebut. "Perusahaan ini menjajaki penjaminan pengadaan peralatan dan pasokan gas. Mereka menyatakan sudah melakukan pembicaraan dengan Pertamina untuk pengadaan suplai LPG," kata Fauzi. Meski mengakui baru tahap penjajakan, namun Fauzi berkeyakinan bila terwujud sistem pasokan LPG yang berkesinambungan maka akan mendorong program pengendalian pencemaran udara di Jakarta. Ia menambahkan kelebihan LPG dibandingkan dengan CNG adalah selain cocok bagi kendaraan kecil, tekanannya pun tidak sebesar CNG sehingga meminimalisir resiko ledakan. Menurut catatan Organda DKI seperti dikutip dari Warta ekonomi, kini di Jakarta saja ada 38.000-an taksi berizin, dari target yang hanya 26.000. Sebanyak 23.000 taksi mengantongi izin DKI dan 15.000 memiliki izin dari Banten, Tangerang, dan Bekasi. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007