Data Kementerian ESDM yang diperoleh di Jakarta, Jumat, menyebutkan nilai investasi tersebut untuk membangun pembangkit listrik EBT sebesar 36.300 megawatt dalam 10 tahun atau 3.630 MW per tahun hingga 2025.
Dengan angka-angka tersebut, kebutuhan investasi pembangkit EBT rata-rata adalah Rp44 miliar atau 3,4 juta dolar AS per MW.
Sesuai rencana umum energi nasional (RUEN), porsi bauran energi pada 2025 untuk EBT ditargetkan sebesar 23 persen, lalu batu bara 30 persen, minyak 25 persen, dan gas 22 persen.
Saat ini atau posisi 2016, porsi bauran energi adalah EBT 10 persen, batu bara 33 persen, minyak 35 persen, dan gas 21 persen.
Dari target bauran pada 2025 tersebut, pembangkit EBT ditargetkan mencapai 45.128 MW atau meningkat 34.562 MW dari posisi saat ini sebesar 10.566 MW.
Konfigurasi pembangkit EBT 45.128 MW itu terdiri atas air 20.960 MW, panas bumi 7.241 MW, surya 6.500 MW, biomassa 5.500 MW, bayu 1.799 MW, dan lainnya 3.128 MW.
Sementara, konfigurasi pembangkit EBT pada 2016 adalah air 5.139 MW, panas bumi 1.654 MW, surya 108 MW, biomassa 1.801 MW, bayu 4 MW, dan lainnya 1.860 MW.
Sesuai data tersebut, strategi untuk mencapai target pembangkit EBT pada 2025 sebesar 45.128 MW antara lain penyederhanaan perizinan, penyediaan insentif, pembaharuan data potensi EBT, penggalakan kampanye hemat energi, dan peningkatan koordinasi baik pusat maupun daerah.
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016