Singapura (ANTARA News) - Tidak ada pemecahan mudah atas masalah kabut Indonesia, yang sudah satu dasawarsa terakhir setiap tahun mengganggu Asia Tenggara, kata konferensi dukungan Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai perubahan iklim kemarin.
Pakar mengatakan, masalahnya kebanyakan disebabkan pembakaran demi lahan pertanian, bukan hanya soal memelihara lingkungan hidup, namun juga melibatkan kemiskinan dan mengubah kebiasaan tradisional.
Kabut asap dari kebakaran di Sumatera dan Kalimantan tahun lalu menyebabkan pencemaran udara beberapa kali naik hingga ambang tidak sehat di Malaysia dan Singapura.
"Ini bukan sekedar masalah lingkungan," kata Loh Ah Tuan, kepala eksekutif Badan Lingkungan Nasional (NEA) Singapura.
"Ini masalah sosial, politik dan ekonomi. Jika kita memaksakan solusi lingkungan hidup untuk masalah seperti ini, saya tidak tahu hasilnya nanti," katanya kepada peserta pada hari terakhir "Business Summit for the Environment" itu.
Lebih dari 600 eksekutif dan pakar lingkungan menghadiri acara dua hari itu, yang membicarakan cara bisnis global membantu mengurangi dampak perubahan iklim.
Loh mengatakan, pemerintah Singapura bersama propinsi Jambi sedang merumuskan rencana induk cara memerangi kabut, yang berulang di sebagian Jambi.
Jika berhasil, model tersebut bisa diperbanyak di bagian lain Jambi, kata Loh, lalu menambahkan bahwa hasil langkah tersebut bisa dicapai dalam beberapa tahun saja.
Ini adalah pendekatan "akar rumput" untuk melengkapi langkah lain dari pemerintah Indonesia, katanya.
Raman Letchumanan, kepala unit lingkungan hidup dan pengelola bencana di sekretariat Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara mengatakan, "Ini soal mata pencarian. Ini perjuangan terhadap tradisi dan kemiskinan."
Kepala Dinas Kehutanan Jambi Budidaya saat menguraikan garis besar berat tersebut menjelaskan, luas daratan Jambi 5,1 juta hektar dan 2,2 juta di antaranya hutan.
Petani membuka lahan dengan cara semurah-murahnya, karena mereka miskin dan menganggur.
Tingginya biaya juga memaksa perusahaan perkebunan menggunakan api untuk membuka lahan besar serta membuang residu kayu, kata Budidaya.
Pemerintah Indonesia sudah melarang pembukaan lahan menggunakan pembakaran, namun kelemahan penegakan hukum membuat larangan itu sebagian besar diabaikan.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007