Kuala Lumpur (ANTARA News) - Pembantu rumah tangga (PRT) asal Indonesia membanjiri Malaysia dengan cara ilegal akibat tidak berjalannya Memorandum of Understanding (MOU) yang ditandatangani kedua negara pada 13 Mei 2006. Hal itu dikemukakan oleh Presiden Persatuan Agensi Pembantu-Rumah Asing Malaysia (PAPA) Dato Raja Zulkepley Dahalan dan Wakil Duta Besar Indonesia, A Mohamad Fachir di Kuala Lumpur, Selasa, ketika ditanyakan soal industri jasa penyediaan PRT di Malaysia. Presiden PAPA Zulkepley mengakui banyak PRT ilegal asal Indonesia membanjiri Malaysia karena tingginya harga yang harus dibayar yakni sekitar 6.200 ringgit (sekitar Rp15.500.000) kepada sebuah agensi untuk bisa mendapatkan PRT secara legal (sah). "Bagi sebagian besar masyarakat Malaysia keturunan Melayu tidak mampu membayar sebesar itu dan tapi warga Malaysia keturunan Cina banyak yang mampu," katanya. Oleh karena itu, sekitar 70 persen PRT asal Indonesia yang legal bekerja kepada orang Malaysia keturunan Cina. Sementara orang Melayu mencoba mencari secara langsung atau tidak melalui agensi di mana umumnya adalah ilegal," kata Zulkepley. Indonesia dan Malaysia sebenarnya telah menandatangani MoU tentang perlindungan TKI yakni nota MoU yang ditandatangani kedua negara pada 10 Mei 2004 di Jakarta tentang sektor formal dan nota lampiran, Annex C, yang ditandatangani 13 Mei 2006 di Bali tentang sektor informal. MoU tahun 2006 mengatur biaya-biaya yang harus ditanggung majikan dan TKI. Adapun biaya yang ditanggung majikan sebesar 2.415 ringgit (sekitar Rp6 juta) dan TKI diwajibkan membayar Rp3.070.000 guna membayar visa di kedutaan Malaysia, pasport, medical, akomodasi, fee agensi dan ongkos transportasi. Tetapi agensi Indonesia merasa biaya untuk mencari PRT sebesar Rp3.070.000 sangat kecil, katanya. "Mereka menuntut satu orang PRT adalah sebesar 3.800 ringgit, sehingga jika orang Malaysia mau mengambil PRT dari agensi harus membayar 6.200 ringgit yang terdiri 2.415 ringgit dibayar untuk agensi Malaysia dan 3.800 ringgit dibayar ke agensi Indonesia," katanya.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007