Jakarta (ANTARA News) - Windri Hairin Yanti (26) tak pernah sekalipun menyangka bahwa suaminya, Petrus Bakus, mantan anggota Sat Itelkam Polres Melawi, Kalimantan Barat tega menghabisi kedua buah hati mereka pada Kamis (26/2) lalu.

Sekalipun menurut Windri, suami yang sudah bersamanya selama enam tahun itu cukup tempramental, namun belakangan dia tak pernah lagi berani main tangan padanya.  
Kepada awak media di Jakarta, Kamis siang ini, Windri memaparkan kronologi kejadian berdarah di malam Jumat, akhir Februari lalu, sembari sesekali air mata menetes tanpa permisi. Berikut tuturannya:

Kamis, malam Jumat saya pamitan sama suami saya untuk pergi ke pegadaian, karena waktu itu kalung saya putus. Suami dan anak-anak saya lalu menyusul saya ke pelelangan (pegadaian). Akhirnya kami pulang sama-sama. Waktu saya sampai rumah ternyata mereka belum sampai rumah. Mereka ke rumah Kasat Intel.

Enggak lama kemudian, anak laki-laki saya berlari dari rumah kasat ke rumah karena jaraknya enggak jauh dari asrama. Setelah dia (suami) sampai, saya tanya kenapa televisinya enggak dimatikan, jendela enggak ditutup. Dia hanya bilang tadi buru-buru, anak-anak minta jemput mamanya.

Saya waktu itu enggak enak badan, jadi saya tidur duluan di depan televisi. Saya sempat ketiduran. Saya minta tolong anak laki-laki saya untuk memijat badan saya. Habis itu dia bilang, udah ya ma suruh papa lagi.

Anak laki-laki saya memanggil bapaknya untuk mijitin saya. Habis itu saya tidur lagi lalu terbangun dengar suara anak-anak main air. Saya lihat anak perempuan saya sudah basah kuyup, saya marahin. Saya gantiin bajunya. Enggak lama giliran anak laki-laki saya datang dengan baju yang basah.  Saya marahin.






Habis itu digendong sama bapaknya. Bapaknya bilang, udahlah dek enggak usah dimarahin. Mereka lalu tidur di kamar utama. Saya bilang ke anak-anak (sambil menangis), Bang Bian sama dedek Ola itu nakal. Karena marah, saya tidur di kamar sebelah. Sudah itu saya tertidur lelap. Saya enggak dengar suara apa-apa, saya enggak dengar suara tangisan, jeritan.

Ketika saya bangun, saya hanya lihat Bang Kus di depan saya bawa golok. Habis itu saya tanya, kenapa pa? habis itu dia jawab, maafin papa ya dek. Lalu saya tanya, kau mau bunuh aku ya? Dia jawab iya. Habis itu saya bilang, tunggu dulu aku mau lihat anak-anak.

Dia bilang, anak-anak sudah enggak ada. Ini darahnya. Habis itu parangnya dia buang ke tempat tidur yang saya tidurin. Pintu lalu saya tutup, lalu saya jalan ke kamar utama, saya lihat anak-anak sudah enggak ada dua-duanya. Saya masih sempat meluk Bang Kus.





 

Saya tanya, kau sadar enggak pa? Dia bilang sadar dan ini suruhan Tuhan. Mukanya Bang Kus itu pucat sekali. Saya masih berdialog lah sama dia. Sampai akhirnya saya haus dan minta minum. Saat itu saya lari.

Saya keluar ke rumah tetangga sebelah. Dia mengejar sampai teras rumah saja. Setelah di rumah tetangga, saya langsung bilang, Biyan sama Ola sudah enggak ada. Kaki tangannya sudah enggak ada. Isterinya tetangga bilang, mbaknya mimpi kali mbak, tak ambilin minum ya.


Pas saya teriak, Pak Sofyan dan Om Sukandi itu datang duluan. Saya dimasukan ke dalam rumah. Saya enggak tahu kegiatan di luar seperti apa. Habis itu saya disuruh ke rumahnya Kapolres.


Windri mengatakan, beberapa waktu sebelum kejadian, dirinya sempat meminta cerai pada Petrus. Alasannya karena perbedaan keyakinan antara mereka dan seringnya sang suami pulang larut malam.


Karena beda agama, lalu karena dia seorang intel, sering pulang malam dan saya sering protes. Dari situ sering berantem. Terakhir, saya meminta cerai. Dia selalu posesif sama saya. Saya kemana-mana dibuntutuin.


Setelah kejadian, Petrus lalu digelandang ke Mapolres Melawi dan Polda Kalimantan Barat untuk diperiksa hingga berujung sidang di pengadilan. Pihak majelis hakim dalam sidang putusan 1 Desember lalu akhirnya memutuskan Petrus bebas.


Ketua majelis hakim, mengatakan, sesuai ketentuan Pasal 44 KUHP, terdakwa Petrus Bakus tidak dapat dijatuhi pidana dan lepas dari segala tuntutan hukum, lantaran dianggap sakit jiwa atau gila.  

 

Merasa sang suami tak menunjukkan tanda-tanda gangguan jiwa, Windri lantas meminta bantuan Komnas Perlindungan Anak agar Mahkamah Agung (MA), mempertimbangkan kembali putusan bebas suaminya itu.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016