Tripoli (ANTARA News) - Pemimpin Libya, Muammar Khadafi, memperingatkan negara Barat mengenai keterlibatan mereka dalam kekacauan di wilayah Sudan barat, Darfur, dan menyampaikan kembali penentangannya terhadap penempatan pasukan pemelihara perdamaian internasional. Ia mengeluarkan pernyataan tersebut saat menyambut utusan internasional yang datang ke Libya untuk menghadiri pembicaraan mengenai Darfur, tempat empat tahun pertempuran antara pemberontak melawan pasukan pemerintah dan milisi Arab, Janjaweed. "Kericuhan di Darfur telah menewaskan sedikit-dikitnya 200.000 orang, dan membuat sebanyak 2,5 juta orang lagi meninggalkan tempat tinggal mereka," kata Khadafi kepada utusan dari PBB, Uni Afrika (AU), Amerika Serikat (AS) dan dari sejumlah negara Afrika dan Barat. "Saya menyerukan, agar tak mendanai mereka secara materil dan berhenti mendukung mereka dan tak mengirim pasukan internasional," katanya saat menerima para pejabat di kediamannya di kota kecil Sirte. Ia mempolakan dirinya sebagai tokoh nasionalis Afrika yang mengupayakan penyelesaian Afrika bagi masalah di benua tersebut tanpa mengandalkan Barat. Penentangannya terhadap pasukan pemelihara perdamaian internasional sangat berbenturan dengan Amerika Serikat, yang menyalahkan Sudan bagi apa yang dikatakannya sebagai pemusnahan suku bangsa di Darfur. Dalam komentarnya sebelumnya, Khadafi mengecam pemberontak di Darfur. "Saya melihat pihak pemberontak di wilayah tersebut adalah pihak yang berusaha membuat rumit masalah tersebut. Bukan untuk kepentingan dunia untuk campur-tangan dalam suatu masalah yang salah satu pihaknya tak mengingini penyelesaian," katanya menegaskan. Konflik Darfur telah merembet ke Chad, yang menampung sebanyak 200.000 pengungsi. Libya telah berusaha menengahai persetujuan perdamaian antara Sudan dan Chad. Kedua negara itu mendukung pemberontak di wilayah masing-masing. Pembicaraan Tripoli, yang dijadwalkan berakhir Ahad, mempertemukan utusan khusus Darfur dari PBB, AU, Amerika Serikat, Uni Eropa dan Inggris, serta para menteri atau pejabat dari Sudan, Eritrea, Chad, Mesir, Perancis, Kanada, Norwegia dan Rusia, demikian laporan Reuters. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007