Jakarta (ANTARA News) - Tersangka, terdakwa maupun terpidana kasus kejahatan terutama kasus korupsi yang telah berganti kewarganegaraan tetap dapat diekstradisi atau dipulangkan ke Indonesia terkait masa berlaku surut 15 tahun sejak penandatanganan ekstradisi RI-Singapura. "Sekarang yang berlaku adalah saat dia melakukan tindak pidana kalau dia orang Indonesia, ya meskipun berganti kewarganegaraan berapa kali juga tetap saja bisa," kata Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh di Jakarta, Senin. Pada penandatanganan ekstradisi RI-Singapura di Istana Tampak Siring, Bali pada Jumat, 27 April lalu itu Jaksa Agung hadir terkait 31 jenis kejahatan yang disepakati kedua pihak sebagai tindak pidana yang bisa diekstradisi, di antaranya kejahatan korupsi, keuangan dan perbankan. Usai penandatanganan itu, Menlu Hasan Wirajuda mengatakan perjanjian ekstradisi berlaku surut hingga 15 tahun sehingga tetap berlaku bagi pelaku tindak pidana yang saat terjadinya tindak pidana itu berkewarganegaraan Indonesia. Disinggung mengenai aset koruptor yang disimpan di Singapura, Jaksa Agung mengatakan, bila orang yang diburu itu memang berada di Negeri Singapura maka asetnya juga akan dikejar. Namun, kata Jaksa Agung, hal itu masih menunggu proses lanjutan penandatanganan ekstradisi yaitu ratifikasi parlemen kedua negara terkait. Sementara itu, terkait daftar koruptor yang sedang disusun oleh Kejaksaan Agung, menurut Plt JAM Pidsus, pihaknya sementara ini mendapat 15 nama. Kejaksaan Agung optimistis perjanjian ekstradisi RI-Singapura efektif dalam memulangkan koruptor berikut asetnya yang selama ini berada di Negeri Singa itu. Perjanjian ekstradisi itu diharapkan menjadi instrumen untuk memulangkan tersangka, terdakwa maupun terpidana kasus korupsi yang diduga selama ini bersembunyi di Singapura. Bagi Indonesia, perjanjian itu diharapkan bisa mencegah terjadinya tindakan korupsi dan menghapus stigma bagi Singapura yang selama ini disebut-sebut sebagai suaka bagi setidaknya 12 tersangka dan tujuh terpidana koruptor Indonesia yang melarikan diri ke luar negeri. Di antaranya tersangka kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp1,98 triliun, mantan Komisaris Bank Pelita Agus Anwar yang buron dan telah menjadi warga negara di Negeri Singa, juga tersangka kasus Letter of Credit (L/C) fiktif PT Gramarindo pada BNI Kebayoran Baru senilai Rp1,2 triliun Maria Pauline Lumowa, juga sempat bersembunyi di negara tetangga Indonesia itu.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007