Jerusalem (ANTARA News)- Israel pada Selasa (31/1) menyetujui pembangunan 3.000 rumah di permukiman di Tepi Barat Sungai Jordan, di tengah rangkaian perluasan permukiman setelah pelantikan Presiden AS Donald Trump.

Menurut satu pernyataan dari Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, persetujuan tersebut adalah "bagian dari kembalinya ke kehidupan normal" di Tepi Barat, setelah beberapa proyek pembangunan ditangguhkan selama masa jabatan mantan presiden AS Barack Obama.

Pernyataan itu dikeluarkan beberapa jam sebelum pengusiran yang diperkirakan dilakukan terhadap pos depan tidak sah Yahudi, Amona, sebelah timur Ramallah, dan dipandang banyak media lokal sebagai cara untuk menenangkan pemukim garis keras.

Persetujuan baru tersebut diberikan untuk proyek pembangunan di Tepi Barat, termasuk 150 rumah di Pisgat Zeev, permukiman di Jerusalem, 650 unit di Beitar Illit, Jerusalem Timur, 700 unit di Alfey Menashe di bagian tengah Tepi Barat, dan 650 unit di Beit Aryeh di bagian utara Tepi Barat.

Sebanyak 2.000 rumah sudah dipasarkan, dan sisanya berada pada tahap awal kajian oleh komite perencanaan dan pembangunan, kata pernyataan tersebut, sebagaimana diberitakan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu siang.

Pada Selasa lalu, beberapa hari setelah Presiden AS Donald Trump diambil sumpah jabatannyam Lieberman dan Netanyahu memberi lampu hijau untuk pembangunan 2.500 rumah.

"Kita berada pada era baru, saat kehidupan di Judea dan Samaria (Tepi Barat) kembali ke jalur normal, dan mulai sekarang kami memberi reaksi kemakmuran bagi keperluan di daerah itu," kata Lieberman di dalam pernyataan tersebut.

Permukiman itu tidak sah berdasarkan hukum internasional sebab semuanya dibangun di lahan yang direbut Israel dalam Perang Timur Tengah 1967, sementara Palestina ingin mendirikan negara di wilayah tersebut dengan Jerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Israel ingin menjadikan Jerusalem sebagai "ibu kotanya yang abadi".

Mantan pemerintah AS mengecam perluasan permukiman yang terus dilakukan oleh Israel, yang dipandangnya sebagai penghalang utama terwujudnya perdamaian Israel dengan Palestina.

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017