Pontianak (ANTARA News) - Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir cenderung stabil, namun belum sampai ke tingkat "grass root", karena secara kualitas masih bertumpu kepada sektor finansial. "Masih ada kendala terutama daya beli masyarakat yang masih rendah," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Siti Fadjrijah, saat menghadiri penandatanganan nota kesepahaman dan peresmian Tim Fasilitasi Pemberdayaan Ekonomi Daerah Kalimantan Barat di Pontianak, Rabu. Menurut Siti Fadjrijah, daya beli akan mempengaruhi permintaan akan kebutuhan barang, sehingga dapat menimbulkan dampak berkelanjutan terhadap ekonomi. "Kalau daya beli naik, permintaan barang juga meningkat. Ini akan mempengaruhi sektor-sektor lain yang saling terkait," ujarnya. Ia menambahkan idealnya, untuk mendukung pertumbuhan maka gerakan ekonomi harus dimulai dari tingkat paling bawah atau akar rumput. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2006 sebesar 5,5 persen, sedangkan tahun sebelumnya 5,5 persen. Neraca pembayaran yang terus mengalami surplus, inflasi berkisar di angka enam persen, nilai tukar rupiah yang menguat, juga membuka peluang BI untuk kembali menurunkan BI Rate. Saat ini, bunga BI Rate telah turun sampai 9 persen dari sebelumnya 12,75 persen. Dengan berbagai parameter tersebut, pertumbuhan ekonomi tahun 2007 diperkirakan berkisar di angka 6 persen hingga 6,3 persen. Pada kesempatan itu, Siti Fadjrijah juga meminta perbankan daerah untuk menyalurkan kredit ke sektor unggulan setempat. "Sektor unggulan Kalbar di agribisnis, seharusnya BPD (Bank Pembangunan Daerah) Kalbar juga menyalurkan kredit atau menjamin sektor tersebut karena selama ini baru BRI. BPD jangan hanya memberi kredit ke pegawai saja," ujarnya. BI, lanjut Siti, siap menjadi fasilitator intermediasi perbankan dengan sektor-sektor yang selama ini berpotensi, namun belum banyak disentuh kredit. (*)

Copyright © ANTARA 2007