Jakarta (ANTARA News) - Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menilai kebijakan penurunan tarif interkoneksi merupakan salah satu upaya mendukung persaingan sehat di industri telekomunikasi di Tanah Air.

"Penyesuaian terhadap tarif interkoneksi adalah salah satu upaya mengarah kepada persaingan industri telekomunikasi yang sehat. Bila interkoneksi itu berbasis biaya, berarti tidak ada yang diuntungkan. Tapi hal ini menjadi berbeda ketika biaya ini digabungkan dengan komponen lain yang nantinya akan menjadi tarif pungut ke pelanggan," ujar Komisioner BRTI I Ketut Prihadi Kresna kepada pers di Jakarta, Kamis.

Saat ini, BRTI dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) masih terus mengkaji besaran penurunan tarif interkoneksi.

Direktur Telekomunikasi Ditjen PPI Kominfo,Benyamin Sura mengatakan pihaknya sedang melakukan lelang tahap kedua untuk mendapatkan verifikator independen untuk menilai besaran nilai interkoneksi yang tentu membutuhkan data-data dari operator.

Dengan verifikator independen tersebut, lanjut Benyamin, diharapkan besaran nilai interkoneksi dapat diterima oleh semua pihak.

Hal ini penting mengingat desain tarif interkoneksi masih belum berujung titik temu antar pelaku bisnis telekomunikasi.

Sementara itu, pengamat telekomunikasi Bambang P Adiwiyoto, dalam seminar yang digelar Indonesia Technology Forum (ITF) menyatakan, sejak beberapa tahun lalu dasar yang digunakan oleh regulasi dalam menghitung interkoneksi adalah long run incremental cost (LRIC).

"Dengan metode ini seharusnya dilakukan penghitungan ulang biaya interkoneksi dengan berpegang pada dasar tarif operator yang paling efisien," paparnya.

Bambang juga menjelaskan, sebaiknya tarif interkoneksi tidak menggunakan batas bawah, tetapi menggunakan batas atas. Penurunan tarif interkoneksi nantinya akan membuat trafik atau lalu lintas telepon meningkat. Artinya, pendapatan operator tidak akan terlalu tergerus dengan penurunan tarif interkoneksi.

Kebijakan tarif interkoneksi hingga kini belum ditetapkan hingga kemudian Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menetapkan membuat Panja Interkoneksi untuk menyelesaikan polemik ini.

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menegaskan pemerintah bermaksud untuk mendorong efisiensi operator telekomunikasi dengan kebijakan penurunan tarif interkoneksi.

Kebijakan itu merupakan perwujudan dari kepentingan negara untuk mengutamakan kepentingan yang lebih besar yakni kepentingan masyarakat sebagai pelanggan dan menciptakan industri telekomunikasi yang berkelanjutan (sustainable).

"Pemerintah mendorong penurunan biaya interkoneksi dengan tujuan ingin memberikan efisiensi dan keberlanjutan industri penyelenggaraan telekomunikasi, seperti soal pengembangan wilayah dengan tetap menjamin ketersediaan infrastruktur. Sedangkan dari sisi pelanggan jasa telekomunikasi, pemerintah berharap penurunan biaya interkoneksi diharapkan dapat menurunkan tarif pungut (retail) untuk layanan antar penyelenggara (off-net) tanpa mengurangi kualitas layanan," tegasnya.

(Z003/A011)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017