Jakarta (ANTARA News) - Penerbangan Jalur Selatan Jawa saat ini tengah menunggu payung hukum untuk memulai pengoperasian, kata Direktur Utama Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI/Airnav/Indonesia) Novie Riyanto.

"Kemauan dari semua pihak, baik TNI AU, Kemenhub dan Airnav sangat kompak untuk memecahkan masalah ini, kita sedang susun local operational agreement, pembahasan sudah sampai ke Kementerian Pertahanan dan Sekretariat Negara, dan formalitasnya nanti menunggu penandatanganan Perpres atau PP oleh Presiden," kata Novie dalam bincang-bincang di Jakarta, Jumat.

Kesepakatan pengoperasian kawasan (local operational agreement) antara Kemenhub dengan TNI Angkatan Udara yaitu mengatur tentang bagaimana pembagian pengoperasian Jalur Selatan tersebut.

Saat ini, lanjut dia, telah disepakati bahwa jarak toleransi jalur penerbangan sipil yaitu 70 mill dari Madiun, yakni kawasan Pangkalan Iswahyudi TNI AU yang dianggap steril.

Namun, menurut Novie, berdasarkan hasil studi, karena pesawat harus bergerak menjauh 70 mill, maka terjadi pemborosan bahan bakar.

"Memang ada beberapa analisis, salah satunya terjadinya pemborosan bahan bakar, ini akan kita carikan solusi dan negosiasikan," katanya.

Selain itu, lanjut dia, juga telah disepakati bahwa penerbangan sipil harus berada di ketinggian jelajah 30.000 kaki.

Dia mengatakan kesepakatan tersebut juga mengatur terkait pembagian operasi penerbangan sipil di bandara militer (enclave civil) yang letaknya berada di Jawa bagian Selatan seperti Bandara Wiriadinata Tasikmalaya, Bandara Wirasaba Purwokerto dan Bandara Kulon Progo.

Novie menambahkan berdasarkan hasil uji coba, sejumlah maskapai menilai Jalur Penerbangan Selatan Jawa memang diperlukan selain untuk alternatif jalur penerbangan, juga untuk pengalihan (divert) karena cuaca buruk.

"Misalnya saat hujan, atau cuaca yang kurang buruk, bisa divert ke Jalur Selatan, dan maskapai senang kalau jalur ini diaktifkan," katanya.

Untuk mendukung hal itu, Novie juga saat ini tengah menyiapkan infrastruktur, seperti radar, menara pengatur lalu lintas udara (ATC) serta berkoordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terkait antisipasi cuaca.

"Yang penting kita upayakan bersama-sama dan tidak mengganggu keamanan serta mengambil wilayah pihak lain," katanya.

Nantinya, lanjut dia, waktu tempuh sejumlah penerbangan bisa dipangkas dengan adanya Jalur Selatan, seperti di ke Denpasar, Bali.

Jalur Selatan Jawa dinilai penting karena bisa mengurai kepadatan jalur penerbangan di jalur Utara Jawa.

(J010/B012)

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017