Jakarta (ANTARA News) - Bappenas menyatakan agar pinjaman luar negeri oleh swasta perlu diawasi secara ketat, bahkan kalau perlu dibatasi agar tidak membahayakan stabilitas moneter. "Kalau dibatasi mungkin, tapi itu harus berdasarkan keputusan bersama," kata Sekretaris Utama Bappenas, Syahrial Loetan, di Jakarta, Kamis. Menurut Syahrial, Keppres 39/1991 tentang tim Koordinasi Pengelolaan Pinjaman Komersial Luar Negeri (PPKLN) perlu direvitalisasi agar koordinasi pengawasan BI, Depkeu, Bappenas, dan Menko Perekonomian dapat lebih kuat, apalagi dengan memperhitungkan kekuatan cadangan devisa Indonesia. "Tapi sekarang sinyal-sinyal BI sudah bisa menjadi bahan analisis," ujarnya. Dia berharap pemerintah belajar dari kondisi ketika terjadi krisis finansial pada 1997-1998, dimana pinjaman LN swasta dalam lima tahun meningkat hingga jumlah yang sama dengan pinjaman LN pemerintah dalam 30 tahun. Sementara itu, Deputi Bappenas bidang Pendanaan Pembangunan, Lukita Dinarsyah Tuwo, mengemukakan ada dua hal yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah ideal pinjaman LN swasta, yaitu kemampuan neraca pembayaran Indonesia yang tercermin pada cadangan devisa, dan peruntukkan pinjaman LN tersebut. "Kita harapkan untuk yang produktif dan konstruktif, karena kita menginginkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kalau untuk konsumtif, kan mengkhawatirkan bagaimana nanti membayarnya," ujar Lukita. Menurut data BI, pinjaman luar negeri swasta pada 2006 mencapai 51,131 miliar dolar AS, atau naik daripada tahun sebelumnya yang mencapai 50,580 miliar dolar AS. Sementara itu, pinjaman luar negeri pemerintah pada 2006 mencapai 74,126 miliar dolar AS atau turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 80,071 miliar dolar AS.

Copyright © ANTARA 2007