Bandung (ANTARA News) - Masyarakat di Gang Ruhana, RT 01 RW 02 Kelurahan Paledang, Kecamatan Lengkong, Kota Bandung, menyulap tempat tinggal mereka menjadi "Kampung Toleransi" yang kental akan kerukunan antar umat beragama.

"Sikap toleransi yang dibangun sejak kecil oleh ayah-ayah kami yang berbeda keyakinan, sehingga sekarang kami sebagai generasi selanjutnya menginisiasi membuat kampung toleransi," ujar Ketua RT 01 RW 02 Agus Sujana (52) saat ditemui dikediamannya, Senin.

Dinamakan kampung toleransi, sebab di gang tersebut terdapat tiga rumah ibadah yang berdempetan seperti Gereja, Masjid, serta Vihara. Di mana seluruh warga hidup rukun dan saling menghargai satu sama lain.

Ketika menginjakan kaki ke gang tersebut, suasana rapih, bersih serta asri menjadi kesan tersendiri saat memasuki gang yang berada di Jalan Lengkong Kecil itu.

Di sebelah kanan gang, terdapat Gereja Pantekosta yang bercat putih, dan hanya berjarak 50 meter berdiri sebuah mesjid Al-Amanah yang belum lama dibangun. Sedangkan lokasi Vihara Girimerta letaknya berdempetan dengan mesjid.

Di samping kiri tembok gang pun dipenuhi gambar yang mengisyaratkan simbol kerukunan beragama serta nilai-nilai toleransi.

"Lukisan ini sebagai pesan bagi yang datang ke sini seperti mengatakan selamat datang di kampung yang sangat menjungjung tinggi kebersamaan dan keberagaman," kata dia.

Agus menceritakan, toleransi antara umat beragama warganya sudah tak usah diragukan lagi. Pada di hari-hari besar keagamaan, meski berbeda keyakinan seluruh warga selalu saling membantu dan saling menjaga agar proses ibadah dapat berjalan khidmat.

"Kalau Salat Ied, yang di Klenteng dan Gereja berjaga. Memberikan karpet bagi kaum muslim yang digunakan untuk salat kalau tidak kebagian salat di dalam masjid. Dan kami pun menjaga, seperti kemaren Paskah dan Imlek," kata dia.

Tak hanya itu, mereka pun saling berbagi makanan jika salahsatu agama sedang merayakan peringatan keagamaan.

"Yang muslim ngasih ketupat sama opornya, nah kadang pas pulangnya malah ngasih kue. Gitu juga kalau Imlek suka ngasih dodol itu sama angpau. Natalan juga sama suka ngasih makanan, jadi timbal balik gitu," kata dia.

Menurutnya, perbedaan keyakinan bukanlah sebuah alasan untuk saling membenci antara sesama umat manusia, justru dengan adanya keberagaman menjadikan hidup semakin indah dan tentram.

"Seperti yang diajarkan Rasulullah bahwa hidup saling membantu dan menghargai, itu yang kami tanamkan," kata dia.

Senada dengan Ahoy (63) salahsatu penjaga Vihara Girimerta menceritakan, pada saat perayaan Cap Go Meh dirinya selalu dibantu oleh seluruh warga. Bahkan dikatakan dia, warga sering ikut mendekorasi Vihara yang sudah berdiri sejak 1946 itu ketika perayaan Imlek agar terlihat indah.

"Saling bantu saling menghargai. Misalnya kegiatan di Vihara ada perayaan Imlek atau hari ulang tahun, mereka bantu-bantu. Sama-sama saling gotong-royong, semuanya tolong-menolong," kata dia.

Ia pun meyayangkan dengan adanya isu intoleransi dibeberapa wilayah di Indonesia. Ia berharap, sikap intoleransi ini segera dihentikan karena dapat memecah persatuan bangsa.

"Jika tidak bisa berdamai karena perbedaan keyakinan, maka berdamailah dengan rasa kemanusiaan berdasarkan hati nurani kita sebagai manusia," kata dia.

Agus dan Ahoy pun berharap, kampung tempat tinggalnya dapat menjadi wilayah percontohan bagi daerah lainnya dalam menjunjung tinggi sikap toleransi, dan kerukunan umat beragama.

(U.KR-ASP/Y003)

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017