Jakarta (ANTARA News) - Selain serangan udara dan menggelarkan tentara di darat, militer Filipina kini menggunakan juga meriam-meriam untuk memerangi kelompok militan Maute di Kota Marawi, Pulau Mindanao, Filipina Selatan.

Juru bicara militer Filipina Brigjen Restituto Padilla mengatakan militer harus menurunkan meriam untuk mengakhiri perlawanan Maute yang sudah bertempur selama kurang lebih satu pekan.

Meriam biasanya digunakan dalam operasi militer di pegunungan dan hutan, namun dalam kasus ini digunakan juga di daerah urban seperti Marawi.

Perang melawan kelompok militan berafiliasi ke ISIS ini menjadi tantangan besar untuk militer Filipina dalam mengatasi masalah keamanan di negeri ini.

Kelompok teroris ini menyebarkan para petembak jitu di Marawi, sedangkan militer Filipina menyeru Maute menyerah selagi masih ada waktu.

Pertempuran antara pasukan pemerintah dan Maute mulai pecah pada 23 Mei setelah Maute menyerang Marawi sebagai reaksi atas operasi militer menangkap pemimpin Abu Sayyaf Isnilon Hapilon yang kabarnya berada di Marawi.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte kemudian menyatakan Mindanao dalam status darurat militer.

Menurut situs berita Filipina GMA News, sekitar 100.000 orang mengungsi dari Marawi, sedangkan jumlah nyawa yang direnggut oleh krisis ini adalah 104.

Operasi militer saat ini difokuskan pada pembersihan 20 persen Kota Marawi yang masih dikuasai kelompok militan Maute.



Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017