Kuala Lumpur (ANTARA News) - Sekitar 1.200 pembantu rumah tangga (PRT) asing melarikan diri dari majikan Malaysia setiap bulannya, dan sebagian besar merupakan PRT asal Indonesia, demikian harian Utusan Malaysia, Sabtu memberitakannya di halaman 1. Seorang pejabat Imigrasi Malaysia Ishak Mohamed mengemukakan, walaupun PRT di Malaysia berasal dari berbagai negara seperti Kamboja, Thailand, dan Philipina tetapi yang sering melarikan diri ialah warga Indonesia. Alasan PRT melarikan diri ialah tidak tahan dengan majikan dan mencari peluang pekerjaan lain. "Jika keadaannya seperti itu maka perlu didorong agar masyarakat Malaysia mengambil PRT dari negara lain," tambah Ishak Mohamed. Ishak mengemukakan mengenai kemungkinan pemerintah Malaysia memberikan tindakan tegas terhadap agen Malaysia yang memasukkan PRT asing kemudian PRT itu melarikan diri. Menanggapi berita tersebut, Atase Tenaga Kerja KBRI Malaysia Teguh H Cahyono, mengatakan, wajar saja PRT asal Indonesia paling besar melarikan diri karena berdasarkan data Imigrasi Malaysia, dari 300.621 PRT asing yang bekerja di Malaysia sebanyak 94,8 persen atau 294.115 orang merupakan PRT asal Indonesia. "Coba lihat berapa PRT negara lain yang lari dari majikan Malaysia kemudian bandingkan dengan jumlah mereka. Berapa prosentasenya, belum tentu PRT asal Indonesia paling banyak melarikan diri," katanya. Ia menambahkan pula, wajar jika PRT asing di Malaysia sering melarikan diri karena perlakuan terhadap PRT di Malaysia itu paling buruk dibandingkan negara lainnya, seperti Singapura, Hongkong, atau Taiwan. "Gajinya yang diberikan Malaysia juga paling kecil dibandingkan negara-negara tersebut. Mengaku saja serumpun tapi perlakuannya sangat buruk," tambah Teguh. Atase Tenaga Kerja KBRI Malaysia juga sangat mendukung, pemerintah Malaysia untuk mendorong warganya mendapatkan PRT dari negara lain. "Silahkan saja mencari PRT dari Cina, Philipina, Vietnam dan Kamboja dimana mereka akan menuntut gaji yang lebih besar, minimal 700 ringgit sedangkan menggaji PRT Indonesia hanya 300 ringgit per bulan," katanya. "PRT negara-negara tersebut akan mengajarkan anak-anak Malaysia belajar bahasa dan kebudayaan Vietnam, Kamboja atau Filipina dan mengajarkan agama selain Islam kepada anak-anak Malaysia. Itu baguskan," tambah dia. Menurut Teguh, warga Malaysia seharusnya jangan mau kalah dengan Singapura. Warga Singapura kini membayar gaji PRT asal Indonesia minimal 700 ringgit per bulan, jika mengaku satu rumpun seharusnya warga Malaysia menggaji PRT asal Indonesia minimal 800 ringgit per bulan. Akhir Mei 2007, pemerintah Indonesia dan Malaysia akan berunding, mengkaji kembali MoU 2006 yang tidak berjalan, yang salah satu yang akan diajukan ialah kenaikan gaji PRT asal Indonesia di Malaysia. Menurut Teguh, KBRI Malaysia banyak menerima kasus PRT Indonesia tidak dibayar gajinya oleh majikan Malaysia. "Bahkan ada seorang datuk yang meninggalkan PRT asal Indonesia begitu saja di tengah jalan di depan KBRI Kuala Lumpur," tambah dia. Akibat rendahnya gaji PRT asal Indonesia dan buruknya perlakuan majikan Malaysia, agensi Indonesia dan PRT Indonesia semakin enggan mengirimkan TKW ke Malaysia. Begitu juga dengan PRT mereka enggan bekerja di Malaysia, dan lebih senang ke Singapura, Taiwan dan Hongkong. Hal itu diakui oleh Presiden PAPA (Persatuan Agensi Pembantu-Rumah Asing) Malaysia, Zulkepley Dahalan bahwa sekitar 45 persen anggota terancam bangkrut akibat kesulitan mendapatkan PRT asal Indonesia. "Walaupun kami menawarkan PRT negara lain tetap saja permintaan yang paling tinggi adalah PRT asal Indonesia karena dikenal tekun, satu bahasa, agama, dan budaya yang hampir sama," kata Zulkepley.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007