Jakarta (ANTARA News) - Patrialis Akbar merasa diperlakukan tidak adil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak ditangkap pada 25 Januari 2017 dalam perkara suap terkait penanganan uji materi undang-undang tentang peternakan dan kesehatan hewan saat menjadi hakim Mahkamah Konstitusi.

"Setelah saya di-OTT, besoknya konferensi pers pimpinan KPK mengatakan saya tertangkap tangan bersama seorang wanita di Grand Indonesia dengan dugaan barang bukti 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura, konferensi pers tidak fair," kata Patrialis saat memberikan tanggapan usai mendengarkan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa.

Patrialis mengaku tidak akan mengajukan nota keberatan terhadap dakwaan jaksa, namun ia menyampaikan tanggapan terhadap dakwaan langsung ke majelis hakim dengan emosional.

"Saya diinterogasi, saya dikeroyok ramai-ramai sampai jam 03.00 subuh, saya sudah lemas. Setelah 1x24 jam, saya baru diserahkan ke penyidik padahal kalau OTT tidak ada lagi 1 x 24 jam tapi langsung diserahkan ke penyidik berikut barang bukti," ungkap Patrialis sengit.

Ia pun keberatan disebut ditangkap bersama dengan seorang perempuan.

"Saat saya ditahan, mereka katakan saya ditangkap dengan wanita dan barang bukti. Sampai detik ini, KPK tidak mampu menunjukkan barang bukti mana yang mereka katakan itu? Ini suasana yang luar biasa," tambah Patrialis.

Mantan Menteri Hukum dan HAM itu pun memprotes pemberitaan media massa yang menurutnya penuh fitnah.

"Sebagian media membuat berita dahsyat, penuh fitnah, gibah, gunjing karena dari media-media itu mengatakan saya tertangkap di tiga tempat sekaligus, ada yang mengatakan tempat esek-esek, kos mewah dan Grand Indonesia. Ini cara terbaik menghancurkan karakter saya di depan publik," ungkap Patrialis.

"Persoalan OTT ini saya persoalkan juga saat diperiksa penyidik, saya tidak ikhlas dan tidak rela kenapa saya di-OTT," tegas Patrialis.


Tanggapan jaksa

Jaksa Penuntut Umum KPK menanggapi "curahan hati" Patrialis mengenai Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadapnya di Grand Indonesia pada 25 Januari 2017.

Patrialis merasa bahwa ia tidak sedang melakukan transaksi penerimaan uang saat peristiwa tersebut.

"Mengenai keberatan OTT itu, juga sudah terungkap dalam persidangan sebelumnya bahwa penangkapan Saudara terdakwa terkait dengan penangkapan terhadap Kamaludin, Ng Fenny dan Basuki jadi penangkapan itu tidak dilakukan serta merta," kata jaksa KPK Lie Putra Setiawan.

Mengenai protes Patrialis bahwa cara penangkapannya ditujukan untuk mempermalukannya, jaksa mengatakan: "Kalimat akan dipermalukan, harus diartikan akan dilakukan penangkapan dan sebagai hakim MK kalau ditangkap di depan publik maka akan tampak memperlakukan sehingga penyidik mencegah agar jangan sampai hal itu terjadi."

"Kalau penangkapan dipermasalahkan sepatutnya dipertimbangkan untuk melakukan praperadilan sebelum dakwaan dilakukan, jadi tidak tepat disampaikan di sini," tambah jaksa Lie.

Namun jaksa menyatakan tidak menanggapi pernyataan Patrilais yang mempermasalahkan pernyataan pimpinan KPK yang mengatakan bahwa ia ditangkap bersama dengan seorang perempuan.

Sementara mengenai sumpah Patrialis bahwa dia tidak pernah menerima satu rupiah pun dari Basuki Hariman melalui Kamaludin,  jaksa mengatakan bahwa itu harus dibuktikan dalam persidangan.

"Terkait penerimaan uang dari Kamaludin, Basuki Hariman dan Ng Fenny masuk dalam materi perkara sehingga tidak kami tanggapi," ucap jaksa Lie.

Patrialis dalam perkara ini diduga menerima 70 ribu dolar AS (sekitar Rp966 juta), Rp4,043 juta dan dijanjikan akan menerima Rp2 miliar dari Basuki Hariman dan Ng Fenny melalui Kamaludin untuk mempengaruhi putusan uji materi atas UU No 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.



Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017