PBB, New York (ANTARA News) - Senjata nuklir, pengungsi yang menyelamatkan diri dari kerusuhan, terorisme dan pembaruan adalah keprihatinan universal yang disampaikan para pembicara saat Debat Umum Ke-72 Sidang Majelis Umum PBB diluncurkan di Markas Besar PBB pada Selasa (19/9).

Sidang tahunan selama satu pekan memberi prioritas pada pembangunan. Debat umum tahun ini memiliki tema "Focusing on People".

Sebanyak 90 kepala negara, termasuk seorang raja yang masih memerintah, lebih dari 30 kepala pemerintah, empat wakil presiden, tiga wakil perdana menteri dan sejumlah menteri dijadwalkan berbicara dalam Sidang itu mulai Senin depan, kata para pejabat PBB.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, yang mencatat peningkatan kondisi tak aman, ketidak-setaraan dan konflik, serta perubahan iklim, mengatakan, "Dunia kita menghadapi masalah. Orang-orang cedera dan marah."

Ia mengatakan perasaan masyarakat gelobal terpecah, dan masyarakat terkotak-kotak dan penyimpangan politik mengkristal.

"Kepercayaan di dalam dan di kalangan negara dikendalikan oleh mereka yang menjelek-jelekkan dan memecah-belah," kata pemimpin PBB tersebut di dalam laporan tahunannya.

Namun, sebagaimana dilaporkan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu malam, ia menambahkan kepercayaan dapat dipulihkan kalau manusia bekerja-sama.

Guterres juga menyerukan penyelesaian politik pada masalah nuklir di Semenanjung Korea, dan berkata, "Kita tak boleh berjalan dalam tidur menuju perang."

Presiden Sidang Majelis Umum tahun ini Miroslav Lajcak dari Slowakia, yang secara resmi membuka debat tersebut, menyampaikan pidato pembukaan dengan menyoroti perdamaian dan pencegahan sebagai "satu-satunya cara untuk menjamin bahwa PBB melakukan tugasnya, yang menjadi sebab lembaga itu diciptakan."

Lajcak menyoroti tantangan kemiskinan, peningkatan ketidak-setaraan, serangan teroris dan memburuknya dampak dari tantangan global perubahan iklim.

Sementara itu Presiden AS Donald Trump, yang melanjutkan pendirian "pertama Amerikanya", menyatakan "sebagai Presiden Amerika Serikat, saya akan selalu menempatkan Amerika lebih dulu", seperti juga para pemimpin lain mesti mementingkan negara mereka lebih dulu.

Presiden Emmanuel Macron dari Prancis mengatakan masyarakat internasional mesti mengakui kegagalan bersama mereka dan menemukan metode untuk menciptakan perdamaian yang tahan lama di Suriah, yang sekarang berada pada tahun ketujuh perang saudara.

Macron, yang mengingatkan Prancis adalah korban terorisme, mengatakan dunia harus bereaksi melawan terorisme di Suriah dan Irak. Penggunaan Internet buat ancaman semacam itu mesti dihadapi.

Macron, yang menyebut perlindungan pengungsi adalah kewajiban moral dan politik mengatakan Prancis telah berjanji akan mendukung Kantor Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi dalam pembukana jalur menyelamatkan diri di mana pun diperlukan dan dengan menegakkan Konvensi Jenewa.

Konvensi Jenewa meletakkan status dan perawatan warga sipil dan personel militer yang ditangkap dan cedera selama perang.

Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf, yang berbicara lembut, menyajikan kontras dengan Trump, yang berbunga-bunga, dan Macron --yang enerjik.

Wanita Presiden itu mengatakan negaranya telah "menempuh perjalanan panjang". Liberia tak bisa melakukan itu tanpa PBB, terutama kestabilan dan keamanan yang diberikan oleh Misi PBB di Liberia.

Sirleaf mendesak PBB dan negara anggotanya untuk terus memelopori dan menyebarkan nilai demokrasi, hak asasi manusia dan pemerintahan yang baik, dan padaa saat yang sama memperkuat solidaritas bagi perubahan ekonomi dan keuletan sosial.

Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017