Jakarta (ANTARA News) - Jaringan televisi CNN Amerika Serikat secara resmi membantah bahwa isu akan terjadinya gelombang tsunami di kawasan Indonesia timur pada 7 Juni (Kamis) berasal dari berita-berita mereka, kata Deputi I Menko Kesra Bidang Kerawanan Sosial, Asep Karsidi. "CNN telah memberikan klarifikasinya dengan menyatakan penyangkalan bahwa informasi tersebut tidak benar dan bukan berasal dari CNN," kata Asep kepada pers di Jakarta, Kamis. Isu gelombang tsunami telah beredar melalui SMS dan media massa sejak beberapa hari terakhir, sehingga masyarakat pun menjadi resah. "Informasi keliru tentang tsunami yang menyebut-nyebut berasal dari jaringan CNN dan disebarluaskan lewat SMS sudah berkali-kali terjadi," kata Fauzi, Koordinator Pusat Gempa Nasional Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). Ia merinci, pada tahun 2005 diisukan Jakarta akan dilanda gempa hebat yang diikuti dengan gelombang tsunami pada 6 April. "Tahun 2006 muncul lagi isu serupa, tanggalnya 7 Juni. Dan tahun ini juga diisukan terjadi pada 7 Juni," kata Fauzi. Fauzi menegaskan bahwa isu gempa bumi dan tsunami adalah informasi yang sangat sulit dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena hingga saat ini belum ada alat atau teknologi yang bisa mendeteksi gempa dan tsunami. Menurut dia, ilmu mendeteksi kapan dan di mana gempa akan terjadi memang sudah berkembang, tetapi teknologi penerapannya belum ada. "Yang perlu kita lakukan adalah melakukan simulasi, itu merupakan hal yang positif agar masyarakat tidak panik ketika gempa dan tsunami benar-benar terjadi," katanya. Hingga tengah hari 7 Juni memang isu tsunami tidak terbukti kebenarannya, sebab yang terjadi hanyalah gempa berkekuatan 6,3 skala Richter di wilayah Maluku. "Sekali lagi, kita tidak bisa menentukan kapan, di mana, gempa dan tsunami bakal terjadi," ujar Fauzi. Asep mengatakan pihaknya akan menjadikan masalah isu tsunami ini sebagai pelajaran berharga karena ketepatan informasi yang benar tentang ancaman bencana yang diterima masyarakat luas merupakan kunci dalam membangun rasa aman di masyarakat. Namun demikian, Asep mengaku belum ada pengusutan asal mula SMS isu tsunami tersebut, padahal hal itu sangat bisa dilakukan guna mengungkap siapa pengirim SMS berisi informasi sesat itu.(*)

Pewarta:
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007