Batugade, Timor Leste (ANTARA News) - Kedutaan Besar Indonesia di Dili, Timor Leste, bekerja sama dengan pemerintah pusat di Jakarta akan membangun Pusat Kebudayaan Indonesia di Dili, sebagai bentuk nyata kerja sama kebudayaan dan hubungan baik di antara kedua negara itu. "Kami, atas petunjuk Jakarta, memang berniat mewujudkan hal itu. Tentunya, pendirian Pusat Kebudayaan Indonesia itu guna meningkatkan kualitas hubungan baik negara bertetangga ini," kata Konselor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Dili, Kiki T. Kusprabowo, saat dihubungi dari Batugade, Timor Leste, Minggu. Menurut dia, saat ini pemakai atau penutur bahasa Indonesia di Timor Leste berjumlah sangat banyak dan mayoritas penduduk negara itu mampu berkomunikasi lisan dan tulisan dalam bahasa Indonesia secara baik sekali. Pusat Kebudayaan Indonesia di negara itu, katanya, bukan cuma berfungsi sebagai tempat pengenalan bahasa Indonesia belaka, namun lebih dari itu. "Di sana akan diperkenalkan budaya nasional Indonesia secara lengkap. Baik dari hal bahasa, adat istiadat, hingga yang lain-lain. Saat ini kami masih terus berkoordinasi dengan Jakarta tentang hal ini," katanya. Sejak Timor Leste merdeka pada 20 Mei tujuh tahun lalu, baru Portugal yang mendirikan Pusat Kebudayaan di negara itu, yang lokasinya berdekatan dengan Kantor Perdana Menteri (Palacio do Governo). Di dalam kompleks pusat kebudayaan itu, Portugal memperagakan dan mengenalkan budaya-budaya negaranya, yang dalam keseharian banyak diserap oleh masyarakat setempat. Secara resmi, berdasarkan Konstitusi Timor Leste, negara itu memakai tiga bahasa resmi, yaitu bahasa Tetum, bahasa Portugal, dan bahasa Inggris. Dalam berbagai dokumen resmi negara itu, lazim dijumpai naskah yang sama ditulis dalam bahasa Tetum dan bahasa Portugal. Namun dalam keseharian, banyak generasi tua dan muda negara itu yang memilih untuk berkomunikasi memakai bahasa Tetum dan bahasa Indonesia. Bahasa Tetum merupakan "bahasa persatuan" di Pulau Timor, sekalipun rumpun bahasa Tetum di Timor Leste yang banyak dipengaruhi kosa kata dan bunyi bahasa Portugal agak berbeda ketimbang bahasa Tetum di Pulau Timor bagian Indonesia. Herman da Silva (26 tahun), warga Dili yang sempat mengecap kuliah di Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, melalui telepon seluler (ponsel)-nya menyatakan, "Belajar bahasa Portugal itu sulit sekali. Banyak aturan bahasanya dan kami miskin sumber bacaan. Apalagi, sinetron dari televisi swasta Indonesia sangat disukai di sini, diantaranya `Intan` yang populer sekali." Secara nyata, katanya, banyak kegiatan warga Timor Leste yang bersinggungan dengan bahasa Indonesia. "Kami membeli barang keperluan di toko-toko yang kebanyakan dimiliki warga Indonesia di sini juga memakai bahasa Indonesia. Lagi pula jarang toko atau tempat usaha di sini yang dimiliki orang Portugal, kalau orang Australia cukup banyak," katanya. Tentang pemakaian bahasa Indonesia dalam keseharian di Timor Leste juga menjadi salah satu tema kampanye Presiden Jose-Manuel Ramos Horta, yang berasal dari kandidat independen. Saat itu, Horta menyatakan, bahasa Indonesia diharapkan bisa kembali menjadi bahasa pergaulan (working language) di Timor Leste. Janji kampanyenya dipenuhi. Saat mengunjungi Istana Merdeka di Jakarta pada 6 Juni 2007 dalam kunjungan kehormatan perdananya ke luar negeri sebagai Presiden Timor Leste, Horta telah meminta izin kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, agar bahasa Indonesia bisa menjadi bahasa pergaulan itu. "Saat ini saya memang belum lancar berbahasa Indonesia, tapi dalam kunjungan berikut ke sini, pasti sudah lebih baik," kata Horta, peraih Nobel Perdamaian pada 1996 itu, sebagaimana dikutip banyak media massa Indonesia dari Jakarta. Yudhoyono juga telah menyatakan kegembiraannya atas permintaan Horta itu, dan menyanggupi akan membantu sepenuhnya, agar program pemerintah Timor Leste itu bisa terwujud. Menurut Horta, program kerjanya tentang bahasa Indonesia itu akan dimulai secara penuh pada 20 Mei 2008. Tanggal itu adalah tanggal kemerdekaan Timor Leste yang kedelapan. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007