Tokyo (ANTARA News) - Siapa yang tidak kenal Crayon Shin-chan? Animasi tentang bocah 5 tahun bernama Shinnosuke "Shin" Nohara dan keluarga serta teman-temannya itu mendapat tempat istimewa dalam "The World of Keiichi Hara" di Festival Film Internasional Tokyo (TIFF) ke-30. 

"Crayon Shin-chan" adalah satu dari beberapa film karya sutradara animasi Keiichi Hara yang tayang di bagian Animation Focus TIFF ke-30, bertepatan dengan perayaan 100 tahun animasi Jepang.

Pria kelahiran 1959 itu pernah menyutradarai judul-judul anime terkenal yang disukai semua umur, seperti "Doraemon" dan "Crayon Shin-chan".

Simak bincang-bincang ekslusif ANTARA News dengan Keiichi Hara di Festival Film Internasional Tokyo 2017, tak hanya soal Shin-Chan, tapi kecintaannya pada Ubud, Bali.

Anda menyutradarai anime untuk televisi juga layar lebar, apa tantangannya?

Saya mulai dari membuat anime untuk televisi, lebih rapuh karena setelah tayang bisa lebih mudah dilupakan. Beda dengan film, orang harus keluar untuk beli tiket. Anime dalam bentuk film cenderung lebih diingat.

Lebih suka membuat untuk televisi atau film?
Tentu saja film.

Anda juga pernah membuat film live action (bukan anime), tantangannya?
Live action penuh kejutan, dalam arti yang baik. Semua dinamis, ada banyak yang  bisa terjadi. Misalnya saat sedang syuting di luar ruangan, cahaya sampai awan, semuanya bisa berubah-ubah. Aktor juga akan memberi reaksi yang berbeda dengan lingkungan yang berubah. Jadi setiap shot itu tidak bisa persis dengan shot lain, tidak bisa diulangi. 
Sebaliknya, di animasi kita bisa mengulang-ulang terus bagian yang diinginkan. Bisa diubah terus hingga jadi seperti yang kita mau.

Kelak, ada keinginan menyutradarai lagi film atau drama yang bukan animasi?
Ada keinginan seperti itu, mungkin ingin coba membuat drama televisi. Apa pun yang menarik, saya ingin kerjakan. Saya tidak mau membatasi diri hanya pada anime.

Karakter favorit di Shin-chan?
Saya paling suka karakter Hiroshi, ayah Shin-chan. Karena saya mengerti bagaimana rasanya seperti Hiroshi. Dia adalah pria yang memikirkan keluarga, tekun, tapi kadang juga ceroboh. Saya senang membuat karakternya.

Shin-chan kalau sudah dewasa akan jadi orang seperti apa ya?
Shin-chan dianggap sebagai anak yang bandel dan merepotkan, tapi dia punya sisi keadilan. Dia anak yang adil dan luar biasa. Jika sudah besar, dia berpotensi jadi orang dewasa yang hebat.

Saat membuat film Shin-chan, seperti apa komunikasi dengan sang komikus? 
Awalnya sering ada diskusi dengan Yoshito Usui, mangaka Crayon Shin-chan. Dia awalnya memberi macam-macam ide untuk plot cerita. Tapi lama kelamaan dia menyerahkan semuanya saja, memberi kebebasan.

Pada 1989, Keiichi Hara pernah rihat sejenak dari pekerjaan. Ia menghabiskan waktu 7,5 bulan untuk menjelajahi Asia Tenggara. Bali adalah salah satu tujuannya saat itu.

Anda dulu pernah ke Ubud, ya?
Saya suka sekali dengan Ubud Saya juga pernah ke Jawa, Lombok, Flores juga. Lumayan sudah ke banyak tempat di Indonesia.

Yang paling tak terlupakan dari Indonesia?
Tentu saja Bali adalah tempat istimewa dan unik di Indonesia. Tapi Ubud itu mengingatkan saya pada kampung halaman. Saya besar di pedesaan Jepang yang banyak sawah. Ubud membuat saya bernostalgia liburan musim panas di Jepang. Selain itu, gamelan dan tarian tradisional juga menginspirasi saya, juga menstimulasi kreativitas.

Pesan untuk penggemar di Indonesia?
Saya tahu anime karya Fujiko F. Fujio dan Crayon Shin-chan banyak dinikmati di Indonesia. Saya juga mulai sekarang akan terus berkarya dan semoga bisa juga dinikmati orang-orang Indonesia. Mohon bantuannya.
(hening sejenak, Keiichi berusaha mengingat-ngingat sesuatu dalam bahasa Indonesia)
Bagus! Terima kasih!



Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017