Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan bahwa DPR RI akan mengawasi proses penegakkan hukum dalam kasus Buni Yani yang dituduh menyebarkan ujaran kebencian, agar prosesnya tidak keluar dari koridor peraturan perundang-undangan.

"Saya melihat bahwa proses penegakkan hukum tentu dari sisi DPR adalah sisi pengawasan. Bagaimana DPR bisa mengawasi di dalam proses penegakan hukum itu sesuai dengan aturan yg ada," kata Fadli usai menerima Buni Yani dan kuasa hukumnya, di Gedung Nusantara III, Jakarta, Kamis.

Fadli mengatakan pengawasan itu sangat terbuka, termasuk pengawasan penggunaan UU termasuk pengawasan terhadap para pejabat.

Dia mengatakan seharusnya hukum tidak menjadi alat kepentingan politik dan tidak dikait-kaitkan dengan satu hal politik apalagi punya motif balas dendam atau motif-motif lain.

"Saya menilai tidak boleh ada kriminalisasi terhadap warga negara, apalagi yang bisa mereduksi hak dari warga negara yang sudah dijamin oleh kontitusi kita yaitu UUD 1945," ujarnya.

Politisi Partai Gerindra itu menilai vonis terhadap Buni Yani pada 14 November, akan menentukan juga bagaimana proses penegakkan hukum ke depan.

Dia menilai ada satu ujian sejarah penegakkan hukum di Indonesia karena kalau tidak terdapat satu keadilan, akan menjadi preseden buruk kedepan terutama terkait dengan hak-hak setiap warga negara yang sudah dijamin oleh konstitusi yaitu hak berekspresi, menyatakan pendapat lisan dan tulisan.

"Mudah-mudahan majelis hakim bisa memberikan keadilan dengan melihat fakta-fakta yang telah disampaikan oleh saudara-saudara di depan sidang pengadilan. Termasuk sejumlah kejanggalan-kejanggalan di dalam prosesnya, saya kira seharusnya hakim bisa berbuat adil," katanya.

Fadli menegaskan DPR tidak bisa mengintervensi terhadap proses hukum yang sedang berjalan menuju vonis tetapi dirinya berempati terhadap apa yang terjadi dengan fakta-fakta yang ada di ruang publik.

Dalam pertemuan tersebut, kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian mengatakan dari awal proses hukum perkara kliennya banyak variabel unsur kepentingan dan politis. Dia mencontohkan dakwaan Pasal 32 ayat 2 yang tiba-tiba ditujukan ke kliennya padahal sejak awal tidak ada dakwaan pasal tersebut.

"Lalu yang mengagetkan adalah pernyataan Jaksa Agung di Rapat Komisi III DPR bahwa tuntutan dua tahun penjara terhadap Buni Yani merupakan bentuk keseimbangan vonis terhadap Ahok," katanya.

Dia mengatakan pernyataan Jaksa Agung itu semakin memperkuat pendapat bahwa perkara Buni Yani sarat kepentingan dan terhadapat unsur balas dendam.

Menurut dia, pendapat para ahli dan saksi di persidangan meyakini bahwa tulisan Buni Yani di media sosial bukan sebuah pernyataan namun merupakan bentuk konfirmasi.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017