Nama Tampaksiring berasal dari dua buah kata bahasa Bali yaitu tampak (telapak) dan siring (miring). Konon, menurut legenda yang terekam pada daun lontar Usana Bali, nama itu berasal dari bekas tapak kaki seorang raja yang bernama Mayadenawa.

Raja Mayadenawa pandai dan sakti, tetapi sayangnya ia bersifat angkara muka. Raja ini juga menganggap dirinya dewa dan menyuruh rakyatnya untuk menyembahnya. Akibat dari tabiat Mayadenawa itu, Batara Indra selaku pemimpin para dewa pun marah dan mengirimkan bala tentaranya untuk menghancurkan Mayadenawa.

Mayadenawa pun lari masuk hutan. Agar para pengejarnya kehilangan jejak, ia berjalan dengan memiringkan telapak kakinya. Dengan begitu ia berharap para pengejarnya tidak mengenali bahwa jejak yang ditinggalkannya itu ialah jejak manusia/jejaknya.

Bagaimanapun, akhirnya usaha Mayadewana gagal, dan ia ditangkap oleh para pengejarnya. Namun, sebelum itu, dengan sisa-sisa kesaktiannya ia berhasil menciptakan mata air yang beracun yang menyebabkan banyak kematian para pengejarnya setelah mereka meminum air dari mata air tersebut.

Batara Indra kemudian menciptakan mata air yang lain sebagai penawar air beracun tersebut dengan cara menancapkan umbul-umbul tiang suci yang dibalut kain ke tanah, ketika umbul-umbul dicabut dari lobangnya keluar air bersih untuk pemusnah racun. Air penawar racun itu kemudian bernama Tirta Empul (air suci).

Saat dipercikkan kepada pasukan Batara Indra maka seorang demi seorang pun hidup lagi. Kawasan hutan yang dilalui Raja Mayadenawa dengan berjalan di atas kakinya yang dimiringkan itulah yang kemudian dikenal dengan nama Tampaksiring.

Dari legenda itu maka tak heran Istana Tampaksiring dan pura Tirta Empul seolah tak terpisahkan.


Tangga yang menghubungkan Istana Tampaksiring dan Tirta Empul (ANTARA News/Desca Lidya)

Tirta Empul hanya terletak beberapa puluh meter di lembah sebelah utara istana. Dengan menuruni lebih dari seratus anak tangga kompleks istana, Tirta Empul dicapai langsung dari Wisma Merdeka. Tapi tamu negara tidak perlu jauh-jauh ke Tirta Empul sebab air yang digunakan di istana dipompa ke atas dari sumber mata air itu.

Soedarsono, sang arsitek Istana Tampaksiring, menggunakan pipa-pipa sebagai susuran (railing) di beberapa teras. Sekilas tampak seperti susuran padahal sebetulnya pipa-pipa itu juga berfungsi sebagai saluran air.

Menurut riwayatnya, di salah satu sudut kawasan Istana Tampaksiring yang menghadap kolam Tirta Empul di kaki bukit, dulu pernah ada bangunan peristirahatan milik Kerajaan Gianyar. Di atas lahan itu sekarang berdiri Wisma Merdeka, bagian Istana Tampaksiring yang pertama kali dibangun.

Karena Istana Tampaksiring dan Tirta Empul merupakan dua tempat yang tak terpisahkan maka masyarakat pun diberikan akses menuju pura Tirta Empul.

"Wujud kecintaan Presiden Sukarno terhadap masyarakat Bali adalah dengan tetap memberikan akses ke masyarakat menuju Pura Tirta Empul. Jalan tersebut berada di bawah Jembatan Persahabatan yang tersambung dengan terowongan menuju banjar atau desa," kata Kepala Subbagian Rumah Tangga dan Protokol Istana Tampaksiring I Nyoman Gde Suyasa.


Jembatan Persahabatan Istana Tampaksiringn(ANTARA News/Desca Lidya)

Menurut Nyoman, iring-iringan masyarakat pada saat hari raya Galungan hari Kemenangan Kebenaran) dan Saraswati (Hari Pendidikan) yang datang setiap 210 hari juga dibolehkan melewati istana meski Presiden bermalam di sana.

"Larangan ke Tirta Empul sama sekali tidak ada, pasti ada izin asalkan dikoordinasikan dengan pimpinan kami," tambah Nyoman.

Bahkan dulu, para pegawai istana juga mandi di Tirta Empul karena PDAM baru masuk ke Istana Tampaksiring sekitar 1970-an, pun para turis belum sebanyak dan sebersemangat saat ini untuk mengunjungi Tirta Empul. Dari pinggir wisma dengan mata telanjang penghuni istana dapat melihat warga yang beraktivitas di pemandian tersebut.

Menurut cerita, pernah pada suatu hari Presiden Sukarno turun ke Tirta Empul dan membagi-bagi sabun mandi kepada semua orang yang sedang mandi di sana. Ia juga sering duduk minum kopi sambil menikmati jajanan yang disuguhkan masyarakat setiap kali ia berkunjung ke rumah-rumah penduduk. Dalam kunjungan informal seperti itu Soekarno selalu membawa sesedikit mungkin pengawal.

Istana Tampaksiring pada masa Sukarno memang merupakan tempat yang terbuka bagi masyarakat. Di dekat pintu masuk, misalnya, ia mengizinkan lapangannya dipakai oleh masyarakat desa Manukaya untuk bermain sepak bola.

Kecintaan Sukarno terhadap masyarakat Bali dan kecintaan masyarakat Bali terhadap Sukarno pun terwujud dari museum Presiden Sukarno yang didirikan swadaya oleh masyarakat yaitu The Soekarno Center dan berjarak sekitar 1 kilometer dari Istana Tampaksiring. Museum itu dibuka gratis untuk umum.


Barong di pendopo baru Istana Tampaksiring (ANTARA News/Desca Lidya)

"Iring-iringan upacara keagamaan memang tidak pernah dibatasi sejak dulu, bahkan pernah saat Presiden SBY dan Ibu Ani Yudhoyono menginap di sini iring-iringan lewat di jalan itu menuju Tirta Empul, Ibu Ani sibuk foto-foto. Dulu lagi bahkan ada masyarakat yang membawa babi lewat sini sini walau sekarang tidak lagi," cerita Nyoman.

Jalanan menurun menuju Tirta Empul di samping Wisma Merdeka itu juga diselingi pohon leci dan pohon berbunga merah. Menurut cerita yang berkembang, siapa yang berdiri di bawah pohon lalu kejatuhan bunganya maka akan mendapatkan jodoh.


Deretan pohon leci di samping Wisma Negara Istana Tampaksiring (ANTARA News/Desca Lidya)

Sayangnya, meski asri dan membawa kedamaian bagi para penghuninya, Presiden Joko Widodo belum pernah mengunjungi Istana Tampaksiring hingga masa pemerintahan tahun ketiga ini.

"Untuk Pak Presiden Jokowi memang belum pernah berkunjung ke sini, tapi untuk Ibu Negara Iriana Jokowi dan putrinya Kahiyang Ayu sudah pernah datang dan bahkan menginap di sini semalam," tambah Nyoman.

Menurut Nyoman, Megawati Soekarnoputri dan SBYlah dua presiden yang sering datang ke Istana Tampaksiring. Presiden Megawati suka membawa berbagai pohon buah-buahan dan bunga dari Jawa dan Papua untuk ditanam di Tampaksiring. Salah satunya bunga di sepanjang pagar halaman untuk rusa yang daunnya merambat dan bunganya biru kehijau-hijauan.

Hal itu serupa dengan kebiasaan ayahnya, Sukarno yang sering membawa bibit pohon misalnya bibit pohon kembang saputangan yang ditanam di depan Wisma Merdeka dibawa Suarno ketika berkunjung ke Istana Malacanang di Filipina.

Setiap datang ke Istana Tampaksiring, Megawati juga meminta sayur pakis dan telur abon yang jadi kesenangannya dan akan langsung dimasak oleh koki di dapur istana.

Presiden SBY dalam 10 tahun pemerintahannya juga pernah datang hingga 50 kali ke Istana Tampaksiring dan menciptakan lagu mengenai istana tersebut berjudul "Dendang di Malam Purnama" di bawah pohon leci dekat Wisma Negara.

Istana Tampaksiring memang dapat mendatangkan inspirasi, baik karena legenda cerita di dalamnya maupun dari pemandangan bukit yang berada di tepi air suci.

(Baca juga: Mengenal Istana Kepresidenan - Membina persahabatan di Istana Tampaksiring)

Oleh Desca Lidya Natalia
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017