Jakarta (ANTARA News) - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Kusno menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan Irfan Kurnia Saleh, tersangka korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101 di TNI AU Tahun 2016-2017.

Irfan Kurnia Saleh merupakan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri yang telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dari unsur swasta pada kasus tersebut.

"Mengadili dalam provisi, menolak provisi pemohon, dalam eksepsi menolak eksepsi termohon seluruhnya. Dalam pokok perkara menolak permohonan praperadilan yang diajukan pemohon untuk seluruhnya. Membebankan biaya perkara untuk pemohon sebesar nihil," kata Hakim Kusno saat membacakan putusan itu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat.

Dalam putusannya, Hakim Kusno menilai penetapan tersangka terhadap Irfan Kurnia Saleh sah secara hukum.

"Hakim praperadilan telah meneliti bukti surat dari perkara ini. Bukti surat di tahap penyelidikan dan Berita Acara Pemeriksaan yang mengarah ke penyidikan dapat dijadikan bukti permulaan sehingga telah ada bukti permulaan yang cukup," kata Hakim Kusno.

Selain itu dalam putusannya, Hakim Kusno juga menilai telah ada pemeriksaan calon tersangka sehingga penetapan Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka sah secara hukum.

"Telah ada pemeriksaan calon tersangka. Ada bukti Berita Acara Pemeriksaan tanggal 18 dan 20 Mei atas nama Irfan Kurnia Saleh sedangkan pemohon ditetapkan menjadi tersangka pada 13 Juni karena ada laporan kejadian tindak pidana korupsi sehingga petitum pemohon yang menyatakan penyidikan tidak sah dan tidak berdasarkan hukum harus ditolak," ucap Hakim Kusno.

Selanjutnya, Hakim Kusno juga menolak dalil pemohon yang menyebutkan KPK tidak berwenang untuk mengangkat penyelidik yang tidak berasal dari instansi Kepolisian.

"Berdasarkan dalil pemohon yang menyatakan penyelidik harus diangkat dari Kepolisian harus ditolak," kata Hakim Kusno.

POM TNI sendiri telah menetapkan lima tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101 di TNI Angkutan Udara Tahun 2016-2017.

Lima tersangka itu, yakni anggota TNI AU yaitu atas nama Kolonel Kal FTS SE sebagai Kepala Unit Pelayanan Pengadaan, Marsekal Madya TNI FA yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa, Letkol admisitrasi WW selaku pejabat pemegang kas atau pekas, Pelda (Pembantu letnan dua) SS staf pekas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, dan Marsda TNI SB selaku asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara.

Irfan Kurnia Saleh diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI AU Tahun 2016-2017.

Akibatnya, diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp224 miliar.

Irfan Kurnia Saleh disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelumnya, pada April 2016, TNI AU mengadakan pengadaan satu unit helikopter angkut AW-101 dengan menggunakan metode pemilihan khusus, yang artinya proses lelang harus diikuti oleh dua perusahaan peserta lelang.

Irfan Kurnia Saleh selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri juga diduga sebagai pengendali PT Karya Cipta Gemilang mengikuti proses pemilihan dengan menyertakan kedua perusahaan tersebut.

KPK menduga sebelum proses lelang dilakukan, tersangka Irfan Kurnia Saleh sudah melakukan perikatan kontrak dengan AgustaWestland sebagai produsen helikopter angkut dengan nilai kontrak sekitar Rp514 miliar.

Pada bulan Juli 2016 dilakukan penunjukan pengumuman, yaitu PT Diratama Jaya Mandiri dan dilanjutkan dengan kontrak antara TNI AU dengan PT DJM dengan nilai kontrak Rp738 miliar. Pengiriman helikopter dilakukan sekitar bulan Februari 2017.

PT Diratama Jaya Mandiri adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa peralatan militer non-senjata yang juga memegang lisensi dari Amerika Serikat untuk terlibat dalam bisnis di bawah Peraturan Kontrol Ekspor peralatan militer dari AS dan Lisensi (Big Trade Business Licence "SIUP").

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017