Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan kementerian dan lembaga negara disiplin mengelola keuangan negara, dan menertibkan rekening tidak jelas stasusnya (liar) sesuai hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Presiden minggu depan berencana membahasnya secara khusus dalam sidang kabinet atas laporan temuan BPK, sehingga pengelolaan rekening pemerintah dapat dilakukan dengan azas "good corporate governance" dan memiliki akuntabilitas," kata Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, usai mendampingi Ketua BPK, Anwar Nasution, menghadap Presiden Yudhoyono, di Kantor Presiden, Jumat. Laporan hasil temuan BPK yang disampaikan kepada Presiden itu, terdapat sekitar 5.241 rekening di sejumlah departemen bermasalah, terdiri atas temuan selama 2004-2005 sebanyak 3.100 rekening, dan tambahan temuan baru pada 2006 sebanyak 2.141 rekening. Total nilai rekening hasil temuan BPK tersebut mencapai senilai Rp9,08 triliun, dan sebesar Rp5,5 triliun telah ditutup dan digunakan sebagai sumber pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2006. Pemerintah menargetkan penyelesaian penertiban rekening bermasalah tersebut dapat diselesaikan dalam waktu enam bulan ke depan. Untuk itu, kata Sri Mulyani, dalam menertibkan rekening-rekening itu pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk mempertegas peraturan pemerintah yang telah diterbitkan sebelumnya. Ia menjelaskan, langkah penertiban dilakukan tergantung jenis rekeningnya dan hasil rekomendasinya. "Kalau rekening itu bersifat operasional pada bendahara penerima dan pengeluaran dan saldonya dilaporkan, maka rekening itu bisa dipertahankan," ujarnya. Bisa juga rekening dipertahankan sementara terutama pada rekening yang sifatnya "escrow", dipakai untuk menampung pengembalian Rekening Dana Investasi (RDI). "Jenis rekening ini mungkin bisa dipertahankan sementara tapi kemudian ditutup. Ini terutama berlaku untuk rekening dukungan pelayanan khusus bersifat permanen seperti pelayanan haji," katanya. Ada juga rekening yang dialihkan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Perbendaharaan Negara yang menyangkut pengelolaan dana pemerintah hasil penerimaan dari kontraktor asing migas yang selama ini menggunakan suatu rekening yang tidak dimasukkan ke Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). "Rekening-rekening itu perlu diperiksa atau diinvestigasi lebih lanjut," ujarnya. Sementara itu, Ketua BPK Anwar Nasution berpendapat, penertiban dan pengendalian rekening bermasalah itu harus menjadi prioritas pemerintah. "Belum diterapkannya sistem perbendarahaan tunggal (treasury single account) sebagaimana diatur dalam UU Perbendaharaan Negara mengakibatkan rekening pemerintah tidak dapat dikendalikan karena tersebar di berbagai bank dan dimiliki atas nama lebih dari ribuan pejabat negara," kata Anwar. Menurut Sri Mulyani, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengklarifikasi dan mengidentifikasi berbagai keberadaan rekening pemerintah di bank-bank umu. "Kalau sudah selesai investigasi dilakukan menyangkut bagaimana riwayat pembentukannya, penanggungjawabnya siapa, saldo dan mutasinya," tegas Sri Mulyani. Ia menjelaskan, dalam hal ini beberapa menteri bukannya tidak mau melakukan laporan adanya rekening di satu departemen, namun ada juga yang tidak tahu, ada juga rekening yang merupakan warisan sebelumnya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007