Bonn, Jerman (ANTARA News) - Utusan Khusus Presiden RI untuk Pengendalian Perubahan Iklim Rachmat Witoelar mengatakan hingga tiga hari menjelang berakhirnya Konferensi Para Pihak (Conference of Parties/COP) Ke-23 untuk Perubahan Iklim PBB, belum ada kesepakatan utuh antarnegara.

"Semangatnya kita ingin konsesi terlaksana. Masalahnya ada beberapa pihak yang ingin kembali ke masa lalu, ingin saling menyalahkan," katanya di Bonn, Jerman, Rabu.

Akan tetapi, ia mengatakan Indonesia tetap pada semangat sama seperti di COP-21 Paris, bahwa semua tidak boleh tertinggal dalam pengendalian perubahan iklim.

Maka, lanjutnya, semua mempunyai tanggung jawab, baik itu negara berkembang termasuk negara ekonomi baru yang harus memberikan kontribusinya dalam pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).

"Itu yang sekarang saya khawatirkan. Tapi mau tidak mau semua harus konsensus akhirnya," katanya.

Sikap negara para pihak dalam perundingan Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-23 di Bonn, Jerman, terbelah pada penetapan pedoman penanganan mitigasi dalam dokumen kontribusi nasional yang telah ditetapkan (Nationally Determined Contributions/NDC) tiap-tiap negara.

Kesepakatan tidak tertulis dari semua negara untuk menghasilkan teks di COP-23 di Bonn untuk diadopsi pada COP-24 di Polandia tahun depan itu bagian baiknya.

"Yang tidak bagusnya, sangat menonjol, perbedaan terkait NDC, yakni agenda menyangkut mitigasi di dalam NDC," kata National Focal Point Indonesia untuk Pengendalian Perubahan Iklim Nur Masripatin.

Bagian sangat penting dalam pembuatan NDC adalah bagaimana pedoman untuk penetapan NDC berikutnya. Apa saja yang harus ada di dalamnya yang harus jelas, transparan, dipahami, dan terukur.

Hal itu, menurut Masripatin, isu penting yang masih sulit dipersatukan. Bahwa sebagian negara yang tergabung dalam the Like Minded Group of Countries (LMCs), yang menjadi perwakilan koalisi lebih dari 60 negara dari tiga grup berbeda, yakni grup Afrika, grup Asia Pasifik, dan grup Amerika Latin dan Karibia, yang dimotori oleh China, India, dan negara-negara Arab ingin ada pemisahan pedoman penetapan mitigasi dalam NDC untuk negara maju dengan negara berkembang.

"Tapi kalau itu dipisahkan artinya kita tidak ada kemajuan dari Kesepakatan Paris (Paris Agreement). Karena dalam Kesepakatan Paris sudah disepakati kita berada di dalam satu panggung yang sama," ujar dia.

Semangat Kesepakatan Paris, lanjutnya, setiap negara ada dalam panggung yang sama dan NDC sudah memisahkan secara otomatis komitmen dan kemampuan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) masing-masing negara.

"Bukan berdasarkan kuota dari atas harus menurunkan emisi berapa seperti dulu kita negosiasikan untuk Protokol Kyoto. Jadi pembedaan itu sebenarnya sudah berlaku di NDC," kata Masripatin.

Pewarta: Virna Puspa S
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017