Surabaya (ANTARA News) - Pagelaran Festival Seni Surabaya (FSS) 2007 berakhir yang ditutup oleh Wakil Walikota Surabaya, Arif Afandi sebelum pementasan Putu Wijaya dan dalang Ki Enthus Susmono di Balai Pemuda, Surabaya, Jumat malam. Pada penutupan even kesenian tahunan untuk ikut memeriahkan HUT Kota Surabaya itu, Arif bersama sejumlah tokoh dan pejabat pemkot Surabaya memukul sejumlah alat musik bersama-sama. Sementara itu, Putu Wijaya bersama artis Rieke Dyah Pitaloka yang akrab dipanggil Oneng lewat Teater Mandiri tampil memukau membawakan lakon khusus untuk FSS 2007 bertema, "Cipoa". Lakon itu bercerita tentang aksi tipu menipu, dalam dunia kerja, terutama dari yang lebih memiliki kuasa. Pada pementasannya itu, Putu Wijaya tidak hanya menyentil kalangan penguasa atau pengusaha, tapi juga rakyat jelata. Rakyat jelata yang biasanya terpedaya juga bisa "cipoa" atau menipu. Bahkan dalam pentas itu, tipuan rakyat jelata mungkin lebih sadis dan tragis. Lingkaran setan pun berputar yang kesimpulannya mengerikan. Jujur ternyata membawa malapetaka. Karena itu orang kemudian lebih bahagia ditipu daripada dijujuri. Pementasan itu didukung oleh sejumlah pemain, yakni Kribo, Alung, Wendy, Ucok, Fien, Umbu, Bei, Chandra, Kardi, Rino, Agung, Kleng, Diyas, Sonny, Jalu dengan bintang tamu Rieke Dyah Pitaloka. Teater Mandiri yang didirikan 1971 di Jakarta mula-mula bermain untuk televisi, kemudian pada 1974 mulai bermain di TIM. Kemudian setiap tahun hingga sekarang Teater Mandiri bermain di TIM dan GKJ. Teater itu juga telah bertualang ke mancanegara seperti Tokyo, Hong-Kong, New York, Connecticut, California, Hamburg, Brunei, Cairo. Kelompok itu juga terlibat dalam pementasan, workshop dan kolaborasi. Permainan Teater Mandiri biasanya berupa aksi teror mental, mengguncang batin yang sudah mapan agar kembali berpikir, merenung dan menilai kembali apa saja yang sudah pernah diputuskan. Sementara di luar gedung utama Balai Pemuda, Surabaya, dalang Ki Enthus Susmono tampil di panggung terbuka membawakan lakon "Opera Si Raja Pandir" hingga Sabtu (16/6) dinihari. Ki Enthus Susmono membawakan cerita tentang perjuangan manusia yang ingin menjadi seorang raja. Perjuangan itu terkadang ditempuh dengan berbagai cara. Pergulatan antara nasib dan mentalitas selalu saja menjadi cacat manusia dalam perjuangan mencapai angan-angannya. Diceritakan, seorang raja dari Negeri Awang-Awung, sebuah negara bagian dari planet langit yang tak terdapat dalam susunan tata surya. Ia bernama Sri Maharaja Bambang, sesosok raja yang serba bisa, segala jenis pekerjaan dapat diselesaikan dengan memuaskan dan sempurna hasilnya. Tapi pada akhirnya, rakyat tahu, ternyata sang raja adalah seorang koruptor, meski di mata rakyatnya ia senantiasa berpakaian bak malaikat. Maka kemudian dibakarlah Sri Maharaja Bambang Kelana itu. Boleh jadi lakon yang dibawakan oleh Enthus itu merupakan sindiran untuk menggambarkan situasi dan kondisi Indonesia saat ini. Untuk pementasannya kali ini, Enthus yang menjadi dalang sekaligus sutradara dibantu oleh penata iringan Dedek Wahyudi dan Satria Laras. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007