New York (ANTARA News) - Harga minyak dunia naik pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), setelah produsen OPEC dan non-OPEC yang dipimpin Rusia, setuju memperpanjang pemotongan produksi sampai akhir 2018, sementara juga mengindikasikan kemungkinan keluar lebih awal dari kesepakatan jika pasar terlalu panas.

Menteri energi Iran mengumumkan, Nigeria dan Libya akan dimasukkan dalam kesepakatan produksi minyak, dan satu komunike OPEC menyatakan, negara-negara itu tidak akan memproduksi di atas tingkat 2017 di tahun yang baru.

Menteri energi Oman mengatakan, Nigeria telah sepakat untuk menghentikan produksi pada 1,8 juta barel per hari (bph).

Kesepakatan saat ini dari OPEC dan produsen lain minyak, seperti Rusia, memangkas 1,8 juta barel per hari dari pasar dalam upaya mengatasi kelebihan pasokan global dan meningkatkan harga.

Kesepakatan itu akan berakhir pada Maret, namun pada Kamis (30/11), Menteri Energi Saudi, Khalid al-Falih, mengatakan, kepada wartawan bahwa pemotongan itu akan berlanjut selama sembilan bulan tambahan.

"OPEC memperpanjang pemotongan produksi sampai akhir 2018 diantisipasi secara luas, namun, pernyataan bahwa Nigeria maupun Libya telah memutuskan untuk menghentikan produksi adalah sinyal bullish," kata Abhishek Kumar, analis energi senior di Interfax Energy Global Gas Analytics.

Namun demikian, reaksi harga sebagian besar diredam, dengan banyak analis mengatakan perpanjangan sembilan bulan itu sudah diperhitungkan.

"Karena mereka akan bertemu lagi dalam beberapa bulan, kami hanya akan melakukan ini lagi," kata John Macaluso, seorang analis di Tyche Capital Advisors.

Minyak mentah berjangka Brent naik 46 sen atau 0,7 persen menjadi 63,57 dolar AS per barel. Harga minyak mentah AS (WTI) berakhir naik 10 sen atau 0,2 persen menjadi 57,40 dolar AS per barel.

Brent naik 3,5 persen pada bulan ini, dan minyak mentah AS naik 5,5 persen. Kontrak Brent untuk penyerahan Februari yang paling aktif berakhir pada Kamis (30/11), ditutup naik 10 sen menjadi 62,63 dolar AS. Selisih harga Brent dan WTI melebar 49 sen.

al-Falih mengatakan, terlalu dini untuk membicarakan tentang keluar dari pemotongan setidaknya untuk beberapa kuartal, karena dunia memasuki musim permintaan musim dingin yang rendah. Dia menambahkan, OPEC akan mengkaji kemajuan pada pertemuan reguler berikutnya pada Juni 2018.

"Tidak mengherankan jika mereka memberi diri mereka sebuah (pintu) keluar," kata Rob Haworth, ahli strategi investasi senior di U.S Bank Wealth Management, mengacu pada pertemuan dan evaluasi pada Juni.

Dia mengatakan bahwa pertanyaan penting adalah kepatuhan di tingkat negara. "Saya pikir di situlah perhatian pasar akan fokus, karena Anda mencoba membuat pasar menjadi seimbang," kata Haworth.

Pengamat pasar mengatakan mereka akan melihat secara cermat produksi dari negara-negara seperti Iran, Libya dan Rusia.

"Akan sulit untuk menjaga perusahaan-perusahaan minyak Rusia patuh, jika produsen-produsen serpih terus meningkatkan penjualan ke Asia juga," kata John Kilduff, mitra di Again Capital.

Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan bahwa dia memperkirakan produksi negaranya datar di 547 juta ton pada 2018 jika pemotongan produksi dipertahankan sepanjang tahun.

Salah satu masalah terbesar OPEC saat memotong pasokan, telah meningkatkan produksi AS, yang memperoleh pangsa pasar global dan merongrong upaya kelompok tersebut untuk memperketat pasar.

Produksi minyak AS mencapai rekor baru 9,68 juta barel per hari minggu lalu, menurut data pemerintah yang dirilis pada Rabu (29/11). Angka ini naik dari 8,5 juta barel per hari pada akhir tahun lalu, sebelum pemotongan dilakukan.

"Jika produsen di AS meningkatkan jumlah rig mereka selama beberapa bulan ke depan, karena harga yang lebih tinggi maka saya memperkirakan harga turun lagi pada akhir 2018," kata Scott Sheffield, kepala eksekutif Pioneer Natural Resources, salah satu produsen-produsen terbesar di Permian, ladang minyak terbesar AS.

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017