"Nilai tukar rupiah bergerak mendatar dengan kecenderungan menguat terhadap dolar AS, sentimen domestik yang positif menopang pergerakan mata uang rupiah," ujar pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia Rully Nova di Jakarta.
Menurut dia, sentimen dari dalam negeri mengenai laju inflasi yang cukup rendah menjadi salah satu faktor penopang bagi rupiah. Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat laju inflasi pada Desember 2017 sebesar 0,71 persen. Dengan demikian, tingkat inflasi tahun kalender Januari-Desember 2017 serta inflasi tahunan (year on year) masing-masing tercatat sebesar 3,61 persen.
"Inflasi 2017 dibawah target APBNP 2017 yang sebesar 4,3 persen, itu direspon positif pasar," katanya.
Kendati demikian, ia mengatakan bahwa apresiasi rupiah masih terbatas menyusul sebagian pelaku pasar uang masih wait and see terhadap sentimen eksternal seperti geopolitik di semenanjung Korea yang belum mereda. Hal itu dikarenakan adanya pernyataan dari Pemimpin Korea Utara yang kembali fokus pada program senjata nuklir.
Selain itu, ia menambahkan bahwa pelaku pasar uang juga menanti sinyal dari kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat mengenai suku bunga acuan (Fed Fund Rate) pada tahun 2018 ini.
Pada perdagangan hari pertama tahun 2018 ini, lanjut dia, transaksi di pasar valas relatif minim. Sebagian pelaku pasar uang disejumlah negara, termasuk di dalam negeri diperkirakan masih libur tahun baru.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Selasa (2/1) mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat ke posisi Rp13.542 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.548 per dolar AS.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018