SETARA juga mendesak pemerintah untuk memberikan tindakan hukum secara organisasional kepada FPI dan ormas-ormas milisional lainnya yang secara berpola melakukan tindak kekerasan, tindakan melawan hukum, dan aksi main hakim sendiri
Jakarta (ANTARA News) - Ketua SETARA Institute Hendardi menilai penyisiran yang dilakukan Laskar Pembela Islam (LPI) di Pamekasan, Madura, nyata-nyata melawan hukum sehingga polisi harus mengambil tindakan hukum yang tegas.

"SETARA Institute mendesak pihak kepolisian untuk mengambil tindakan hukum yang memadai dan menjerakan kepada pelaku sweeping brutal di Pamekasan, Madura," kata Ketua Setara Institute Hendardi di Jakarta, Selasa.

Laskar di bawah Front Pembela Islam (FPI) itu menyisir Desa Ponteh, Kecamatan Galis, Pamekasan, pada Jumat (19/1). Mereka menduga di desa itu ada sebuah rumah yang dijadikan tempat prostitusi ilegal.

Hendardi menyatakan penyisiran yang mendapat perlawanan dari masyarakat setempat itu telah mengakibatkan jatuhnya korban luka-luka akibat kekerasan, mulai dari pemukulan dengan pentungan sampai disiram air cabai.

Selain itu, tindakan main hakim sendirioleh LPI-FPI dinilai telah mengakibatkan trauma pada anak-anak dan perempuan. Untuk itu, SETARA Institute mengingatkan pemerintah dan publik tentang beberapa hal berikut:

Pertama, tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh LPI-FPI semakin menegaskan watak kekerasan yang tidak beradab yang ditampilkan secara berpola dan konsisten oleh FPI.

Kedua, FPI, sebagaimana kelompok-kelompok laskar vigilante lainnya selalu memanfaatkan masyarakat sebagai objek untuk menunjukkan eksistensi dan daya tawar diri mereka, terutama dalam perhelatan politik yang mulai menghangat di Jawa Timur.

Ketiga, kelompok-kelompok kekerasan ini seringkali menggunakan tameng agama dan klaim mewakili aspirasi mayoritas muslim dalam melakukan tindakan-tindakan organisasional untuk kepentingan mereka sendiri.

"Padahal umat Islam di Indonesia pada umumnya mengimani Islam yang berorientasi rahmatan lil `alamiin, termasuk umat Islam di Madura," kata Hendardi.

Keempat, impunitas atau ketiadaan tindakan hukum yang memadai dan menjerakan dari pemerintah atas aksi-aksi mereka di berbagai tempat telah mengundang pengulangan tindakan oleh FPI dan laskar-laskar keagamaan lainnya.

Menurut Hendardi, ketiadaan hukuman itu selalu mengundang kejahatan yang lebih besar (impunitas semper ad deteriora invitat).

"SETARA juga mendesak pemerintah untuk memberikan tindakan hukum secara organisasional kepada FPI dan ormas-ormas milisional lainnya yang secara berpola melakukan tindak kekerasan, tindakan melawan hukum, dan aksi main hakim sendiri," kata Hendardi.

SETARA menghimbau para politisi yang sedang berkompetisi dalam Pilkada mana pun untuk tidak memanfaatkan kelompok-kelompok ini untuk bertindak sebagai "polisi moral" yang seringkali mengatasnamakan dan mengklaim sebagai representasi aspirasi mayoritas demi kepentingan menghimpun suara (vote getting).

"Sebaliknya, partai politik dan kontestan hendaknya bertindak positif mempromosikan toleransi dalam kampanye elektoral dengan mengusung politik kebangsaan melalui tawaran gagasan dan program yang kondusif bagi toleransi dan kebinekaan," kata Hendardi.


Pewarta: Jaka Suryo
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018