Jakarta (ANTARA News) - Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Mulyadi, menyatakan bahwa putusan peninjauan kembali (PK) atas kasus penistaan agama dengan terpidana Basuki Tjahaja Purnama merupakan kewenangan Mahkamah Agung (MA).

"Majelis hakim disini tidak punya kewenangan untuk mengabulkan permohonan PK dari pemohon. Kewenangan ada di MA," kata Hakim Mulyadi di ruang sidang, PN Jakut, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Senin.

Dalam sidang perdana PK perkara penistaan agama yang berdurasi 10 menit dari pukul 09.50 - 10.00 WIB itu, diawali oleh kuasa hukum Basuki, Fifi Lety Indra menyerahkan tambahan berkas memori PK kepada majelis hakim.

Hakim Mulyadi menyatakan pihaknya menerima permohonan PK Basuki dan selanjutnya memberikan kesempatan kepada jaksa penuntut umum (JPU) untuk memberikan tanggapan secara tertulis.

"Dengan diterimanya permohonan ini, saya harap dua sampai tiga hari paling lambat, jaksa memberikan tanggapan diterima majelis dari panitera pengganti," kata Hakim Mulyadi.

Mulyadi menargetkan pada Senin (5/3), majelis hakim bisa menyerahkan berita acara pendapat kepada Mahkamah Agung.

"Selanjutnya berita acara pendapat akan segera dikirim ke MA," katanya.

Majelis hakim yang memimpin sidang perdana PK kasus Basuki yakni Mulyadi sebagai hakim ketua dan Salman Alfaris serta Tugiyanto sebagai anggota.

? ? Basuki melalui kuasa hukumnya yaitu Josefina A. Syukur dan Fifi Lety Indra pada Jumat, 2 Februari 2018 mengajukan PK terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor: 1537/Pid.B/2016/PN.Jkt.Utr yang telah berkekuatan hukum tetap.

Basuki kini masih mendekam di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat untuk menjalani hukuman atas kasus penistaan agama.

Ia divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara atas pernyataannya soal Surat Al-Maidah Ayat 51. Basuki pun tidak mengajukan banding dan mulai menjalani hukuman penjara di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat sejak Mei 2017.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018