Bandung (ANTARA News) - Letusan Gunung Gamhonora di Kecamatan Ibu Selatan, Kabupaten Halmahera, Provinsi Maluku Utara, dengan ketinggian 4.000 meter bisa mengganggu jalur penerbangan sehingga Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyampaikan surat kepada Direktur Keselamatan Penerbangan Dephub. "PVMBG sudah menyampaikan surat ke Direktur Keselamatan Penerbangan tentang kondisi letusan di Gamhonora, kemungkinan menggangu jalur peberbangan ke wilayah timur (Papua)," kata Kepala PVMBG, Surono, ketika dihubungi ANTARA, di Bandung, Senin. Ia menyebutkan dengan pemberitahuan itu, maka penerbangan yang biasa melintas di kawasan Maluku Utara agar mencari jalur lain, sehingga tidak terganggu oleh letusan gunung itu. Lebih lanjut Surono mengatakan, peningkatan status Gunung Gamhonora demikian cepat. Kurang dari 24 jam, PVMBG menaikkan tiga kali status gunung itu sejak Minggu (8/7) pukul 19.30 WIT dari aktif normal jadi waspada (level II), kemudian siaga (level III) pada Senin pukul 10.30 WIT kemudian Awas pada pukul 16.30 WIT. "Sejak status siaga, PVMBG sudah merekomendasikan penduduk di lokasi bahaya 2-3 (radius 8 kilometer) dari kawah untuk mengungsi ke Kecamatan Ibu Tengah yang berjarak 12,5 kilometer dari kawah gunung itu," kata Surono. Sementara itu, Senin sore terjadi letusan abu vulkanik mencapai 4.000 meter disertai dengan semburan batu pijar. Lokasi jatuhan debu dan batu itu pada radius 7,5 kilometer. Menurut Surono, pihaknya mengimbau kepada masyarakat di lokasi itu untuk memakai masker sejak status siaga karena abu cukup pekat. "Penduduk di sana tidak terlalu padat sehingga proses evakuasi bisa lebih cepat," katanya. Surono menjelaskan peningkatan aktivitas Gunung Damhonora itu sangat cepat dari status aktif normal menjadi awas. "Gunung Ibu dan Dukono (di Halmahera) itu statusnya lebih tinggi yakni `waspada`, namun ternyata Gunung Damhonora menyalip dan terjadi letusan," kata Surono. Cepatnya meningkat aktivitas Gunung Damhonora ini, kata Surono, tidak menutup kemungkinan akibat pergeseran energi di kawasan itu yang dalam beberapa waktu lalu diguncang gempa. "Sayangnya kita kesulitan komunikasi, sehingga semua Pengamat Gunung Api (PGA) di lokasi terdekat ikut memantau 24 jam. Sinyal handphone di sana tidak ada, sedangkan petugas kami tak punya telepon satelit," kata Surono. (*)

Copyright © ANTARA 2007