Jakarta (ANTARA News) - Departemen Perhubungan (Dephub) menargetkan hingga akhir tahun ini seluruh maskapai penerbangan dan bandara komersial di Indonesia sudah mampu menerapkan secara penuh sistem manajemen keselamatan (Safety Management System/SMS).
"Untuk maskapai sebelum 1 Januari 2008 sudah harus ter-'cover' SMS-nya, sedangkan untuk bandara komersial yang besar-besar targetnya hingga akhir tahun ini sudah harus mampu mengimplementasikan," kata Dirjen Perhubungan Udara, Budhi M. Suyitno, kepada pers usai menghadiri seminar "Safety-Time For Change" di Jakarta, Selasa.
Hingga Juni 2007, ia mengemukakan, total maskapai penerbangan di Indonesia terdiri dari 51 perusahaan, 16 diantaranya niaga berjadwal dan sisanya niaga tak berjadwal dengan ratusan pesawat berbagai tipe yang dioperasikan. Pertumbuhan industri penerbangan domestik per tahun di atas 20 persen. Penumpang tahun 2006 tercatat 34 juta orang atau jauh melompat dibanding pada 1999 sebesar 6,3 juta orang.
Program SMS, kata Budhi, adalah ketentuan yang dipersyaratkan oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasioal (International Civil Aviation Organization/ICAO), agar industri ini senantiasa mengedepankan safety sehingga secara tidak langsung terbentuklah budaya keselamatan (safety culture).
Menurut Budhi, kecenderungan di lapangan selama ini, SMS sebagai sebuah alat dan instrumen keselamatan belum benar-benar dijalankan oleh industri ini dengan maksimal, khususnya oleh operator penerbangan dan pengelola bandara.
"Masih ada kita jumpai, banyak maskapai yang punya petunjuk manual operasi, tetapi implementasinya tidak jelas. Artinya, sering internal maskapai tidak menindaklanjuti setiap masukan atau temuan terkait dengan safety. Masalahnya, penanggung jawabnya kadang tidak ada," katanya.
Tidak hanya maskapai, lanjut Budhi, pihak bandara juga tidak mampu menunjukkan kemampuan maksimal untuk melaksanakan SMS itu. Dicontohkannya, sampai sekarang, langkah perbaikan (corective action) tidak jelas terhadap kasus pencurian bagasi tidak jelas.
"Padahal, CCTV sudah merekamnya cukup lama, tetapi mengapa hal itu terjadi dan harus ada tindakan apa, juga tidak jelas," katanya. CCTV yang dimaksudnya adalah jaringan pemantau televisi terbatas (Close Circuit Television)
Oleh karena itu, pihaknya mengharuskan maskapai domestik mampu menerapkan SMS secara penuh sebelum 1 Januari 2008, meski ketentuan ICAO adalah 1 Januari 2009.
"Lebih cepat lebih baik," katanya. Ia menambahkan, untuk bandara komersial di Indonesia, SMS harus mampu diimplementasikan sebelum 2008.
Ciri utama program SMS adalah segala kejadian yang terkait dengan langkah dan prosedur safety, tercatat, dapat ditelusuri dan dapat dipertanggung jawabkan.
Menanggapi hal itu, Presiden Direktur Adam Air, Adam Aditya Suherman, menyambut baik langkah pemerintah yang menargetkan bahwa maskapai domestik harus mampu dan siap mengimplementasikan program SMS sebelum 1 Januari 2008.
"Kita sambut baik. Tapi, muara yang terpenting dari SMS ini adalah terbentuknya budaya keselamatan. Kami ingin memulainya dari hal-hal kecil seperti ketika seorang teknisi pesawat mengecek maka seragam yang digunakan juga harus beda. Minimal ada tanda khusus bahwa dia adalah teknisi safety," kata Adam.
Untuk implementasi unsur keselamatan lainnya, kata Adam, pihaknya sudah bersiap menerapkan sistem pengurangan risiko kecelakaan pesawat pada saat pendekatan dan pendaratan atau approach and landing accident reduction (ALAR) pada setiap pesawat yang dioperasikan.
"Tidak hanya itu, kami siap secara bertahap memasang FOQA atau `Flight Operation Quality Assurance` yang merupakan suatu software yang berfungsi atau berguna untuk menganalisa data penerbangan, sehingga apabila terjadi suatu deviasi akan segera dapat diketahui secara dini," kata Adam.
Untuk kepentingan itu, Adam Air telah memasang FOQA di dua pesawat per tipe yang dioperasikan yakni B-737 200, 300, 400 dan satu tipe 500. "FOQA per pesawat seharga 75 ribu dolar AS," kata Adam. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007