Mengabulkan permohonan praperadilan oleh pemohon dengan membatalkan surat penyitaan Polri tanggal 26 Febuari 2018, dan menghukum termohon untuk mengembalikan kapal pesiar tersebut kepada pemohon."
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Rudy Heriyanto mengatakan Polri menghormati putusan hakim dalam praperadilan antara Equanimity Cayman terhadap Polri.

Rudy, di kantor Bareskrim, Jakarta, Selasa malam, juga mengatakan bahwa putusan tersebut bersifat final dan mengikat, sehingga tidak dapat dilakukan upaya hukum lanjutan.

"Putusan sifatnya final dan mengikat. Oleh karena itu tidak mungkin lagi ada upaya hukum dengan banding, kasasi atau pun PK," katanya.

Polri selanjutnya akan menjalankan putusan praperadilan dengan mengembalikan Kapal Equanimity kepada pemiliknya yakni Equanimity Cayman.

"Kami dari Dittipideksus akan mematuhi perintah PN Jaksel untuk segera mengembalikan kapal pesiar tersebut," katanya pula.

Pada Selasa, dalam sidang praperadilan pihak Equanimity terhadap Polri, hakim tunggal Ratmoho memutuskan kapal pesiar Equanimity yang disita oleh Bareskrim Polri harus dikembalikan kepada pihak pemohon.

"Mengabulkan permohonan praperadilan oleh pemohon dengan membatalkan surat penyitaan Polri tanggal 26 Febuari 2018, dan menghukum termohon untuk mengembalikan kapal pesiar tersebut kepada pemohon," kata hakim Ratmoho di PN Jakarta Selatan.

Hakim menilai Polri bertindak melebihi kewenangan karena surat dari atase FBI menyatakan bahwa Polri hanya diminta bantuannya dalam operasi gabungan.

Dengan demikian, hakim menyatakan bahwa penyitaan yang dilakukan oleh Polri adalah tidak sah.

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri menyita Kapal Equanimity, kapal mewah yang ditaksir senilai 250 juta dolar AS atau setara Rp3,5 triliun, di Tanjung Benoa, Bali, Rabu (28/2).

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri (saat itu) Brigjen Agung Setya mengatakan kapal tersebut merupakan barang bukti kejahatan pencucian uang di Amerika Serikat.

Menurut Agung, kepolisian sudah menerima surat dari FBI pada 21 Februari 2018 yang berisi permintaan bantuan untuk mencari keberadaan kapal tersebut.

Superyacht tersebut diketahui masuk ke wilayah perairan Indonesia pada November 2017, sehingga FBI berkoordinasi Polri untuk melakukan penyitaan.

"Jadi, FBI AS melakukan joint investigation dengan Bareskrim. Kami membantu," kata Agung.

FBI telah memburu kapal tersebut selama empat tahun.

Agung menjelaskan kasus pencucian uang yang melibatkan kapal tersebut sudah diputus di pengadilan Amerika Serikat.

Superyacht itu dinyatakan sebagai hasil kejahatan pencucian uang yang melibatkan orang-orang dari sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Swiss, Malaysia, dan Singapura.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018