Jakarta (ANTARA News) - DPR RI memperkirakan laju pertumbuhan ekonomi tahun 2008 mencapai kisaran 6,5-6,9 persen, namun membaiknya makro ekonomi harus mampu menggerakan sektor riil, terutama mengurangi pengangguran dan tingkat kemiskinan, kata Ketua DPR Agung Laksono di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat. Agung Laksono pada Rapat Paripurna DPR dengan agenda Penutupan Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2006-2007 menjelaskan Panitia Anggaran DPR telah menuntaskan Pembicaraan Pendahuluan RAPBN 2008. Dengan demikian, pada Masa Sidang I mendatang, DPR akan siap membahas RUU RAPBN 2008 dan Nota Keuangannya yang disampaikan Presiden pada 16 Agustus 2007. Dalam Pembicaraan Pendahuluan RAPBN 2008, DPR membahas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun berjalan, sesuai UU No.7/2003 tentang Keuangan Negara. Berdasarkan hasil pembicaraan pendahuluan, DPR telah menyepakati kisaran pertimbuhan ekonomo tahun depan antara 6,5% hingga 6,9% dengan berbagai catan penting, antara lain tingkat konsumsi, peningkatan investasi, ekspor non-migas serta stumulus fiskal untuk peningkatan sektor produksi, terutama industri pengolahan dan pertanian. Namun kalangan DPR pesimis apakah pertumbuhan ekonomi tersebut akan mampu mengurangi jumlah pengangguran dan mengurangi tingkat kemiskinan. Karena itu, DPR berpendapat, pencapaian tersebut harus dilakukan dengan kerja keras lembaga pengelola fiskal dan tentunya harus berkoordinasi dengan institusi moneter agar sektor riil dapat berjalan serta ditingkatkan dalam upaya mendorong peranan masyarakat dalam pembangunan ekonomi. DPR memprediksi, perekonomian Indonesia tahun 2008 akan menemui beberapa tantangan, baik dari kondisi global dan regional maupun kondisi dalam negeri sendiri. Tantangan tersebut, antara lain perlambatan ekonomi regional maupun global, ketidakpastian harga minyak dan komiditas internasional serta ketidakstabilan pasar uang global. "tantangan dari dalam negeri adalah bagaimana mengimplementasikan pembangunan infrastruktur secara lebih baik dan memperbaiki iklim investasi," katanya. Dalam pembicaraan tersebut juga disepakati agar tingkat inflasi dapat dijaga pada kisaran 55-56% yang diikuti dengan menjaga stabilitas makro melalui tersedianya pasokan dan stabilitas bahan makanan pokok serta distribusinya, harga BBM dan tarif dasar listrik. Masalah lain yang perlu diperhatikan tentunya nilai tukar rupiah yang berkisar Rp9.100-Rp9.400,-/dolar AS. Apabila pemerintah dapat mengendalikan perekonomian pada sektor moneter tersebut, maka stabiltas ekonomi makro akan dapat lebih terjaga. Dampak penurunan inflasi inflasi diharapkan suku bunga SBI untuk 3 bulan rata-rata pada kisaran 7-8% dan perkembangan harga minyak dunia (ICP) sekitar US$57-US$60/barel. Dalam kaitan itu, DPR mengingatkan agar asumsi ekonomi makro 2008 tersebut tidak hanya mengejar pencitraan karena dikhawatirkan target dalam implementasinya akan sulit menyentuh rakyat kecil. DPR pun berpendapat, asumsi makro ekonomi hendaknya memperkokoh pondasi untuk menggerakkan sektor riil, perlunya disiapkan iklim investasi yang kondusif baik investor, baik lokal maupun asing, guna berinvestasi pada sektor ekonomi yang bersifat pada modal dan padat karya. Agung mengingatkan bahwa untuk mendukung upaya pencapaian sasaran indikator makro, dibutuhkan kebijakan, baik fiskal oleh pemerintah maupun moneter oleh Bank Indoensia (BI). Kedua kebijakan tersebut harus dikoordinasikan dan diharmoniskan secara maksimal. hal ini sangat penting dalammenjaga stabilitas ekonomi makro, terutama dalam menjaga indikator ekonomi, inflasi, suku bunga dan nilai tukar rupiah.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007