Bandung (ANTARA News) - Pengamat Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, menilai aksi pasangan calon Gubernur Jabar nomor urut tiga, Sudrajat-Syaikhu yang menyinggung soal pergantian presiden kurang pas dan dapat memperpanas suasana.

"Ya itu agak kurang pas begitu, karena ini bisa memprovokasi," ujar Asep saat dihubungi melalui telepon seluler, Selasa.

Dalam debat publik kedua di Universitas Indonesia, Sudrajat-Syaikhu memberikan pernyataan mengenai apabila pasangan Asyik menang, maka 2019 ganti presiden.

Hal tersebut memicu emosi dari pendukung lain. Bahkan acara debat publik sempat tertunda beberapa saat akibat suasana ruangan menjadi gaduh.

Menurut Asep, dari sisi hukum apa yang dilakukan pasangan Asyik memang tidak melanggar hukum dari peraturan berkampanye. Akan tetapi, kampanye untuk konteks berbeda dinilai kurang elok.

"Dari aspek hukum tata tertibnya ga ada. Karena debat bagian dari kampanye, tapi dari segi etika, konteks, dan forum itu apakah pantas dibuat seperti itu?," kata dia.

Justru kata Asep, dalam kasus ini publik lah yang harus dilibatkan. Semua penilaian baik atau tidaknya tindakan yang dilakukan Sudrajat-Syaikhu harus serahkan pada publik.

"Hemat saya publik menilai apakah pantas atau tidak? Unsur politik kembali pada publik, kalau hukum aturannya ada. Kalau itu sedikit susah diklarifikasi, tindakan apa yang paling pas. Tindakan apa yang pas yakni dari publik bahwa itu tidak pantas itu tidak etis," katanya.

Namun menurutnya, apabila tindakan dari Sudrajat-Syaikhu masuk kategori pelanggaran berdasarkan catatan Bawaslu dan KPU, maka pasangan lain yang menyinggung soal presiden pun harus ditindak juga.

"Dan ini harus fair, artinya setiap kali kita bicara tentang presiden harus ditindak juga, karena paslon nomor dua menyebut nama Jokowi itu juga harus diteliti. Boleh nggak nyebut nama orang lain atau nyebut nama presiden kita. Perbedaannya saja yang satu dalam bentuk hiburan yang satu dalam bentuk pernyataan," katanya.

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018