Jakarta (ANTARA News) - Krisis ekonomi kembali membayangi Indonesia seiring dengan banyaknya dana-dana luar negeri yang masuk melalui pasar saham (hot money) dan surat berharga.
"Potensi krisis kedua semakin besar karena banyak sekali `hot money` yang masuk ke perekonomian Asia termasuk Indonesia," kata pengamat ekonomi Rizal Ramli di Jakarta, Sabtu.
Rizal mengatakan krisis terjadi bila dana-dana luar negeri tersebut ditarik tiba-tiba secara bersamaan dalam jumlah besar. "Hal ini karena saat ini tidak didukung fundamental ekonomi yang kuat," kata Rizal dalam seminar yang diselenggarakan Humanika.
Ia mengkhawatirkan bila krisis terjadi lagi masyarakat kelas menengah bawah akan semakin menderita karena sejak krisis sepuluh tahun lalu masyarakat kelas menengah ke bawah masih belum mampu meningkatkan kesejahteraannya.
"Selama ini hanya 0,5-1 persen masyarakat kelas atas saja yang masih menikmati keuntungan," katanya.
Sementara itu menurut Direktur Center for Banking Crisis (CBC), Deni Daruri, selain krisis yang belum juga usai saat ini, masalah BLBI yang belum selesai juga turut membebani masyarakat menengah ke bawah.
"Selama ini rakyat sudah banyak dibebani oleh masalah BLBI, setidaknya pemerintah harus adil sehingga bisa membuat rakyatnya makmur bukan malah membuat mereka tambah miskin," kata Deni. Untuk itu, menurut dia masalah BLBI harus segera ditangani agar tidak membebani masyarakat.
Deni mengatakan, untuk menangani hal tersebut, pemerintah harus mengurangi subsidi perbankan dengan cara meningkatkan LDR. "Cara menguranginya yaitu dengan penghapusan bunga (interest bonds)," katanya.
Menurut Deni, dengan cara demikian masalah tersebut setidaknya akan selesai dalam delapan tahun. (*)