Jakarta (ANTARA News) - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution menegaskan pihaknya siap membantu upaya Kejaksaan Agung (Kejakgung) menyelesaikan tiga kasus obligor kakap Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan cara memberikan seluruh dokumen terkait BLBI yang dimiliki BPK.
"Kita telah membentuk tim untuk mensuply semua informasi yang diperlukan," kata Anwar usai penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dengan Kejaksaan Agung tentang tindak lanjut temuan berindikasi korupsi di Gedung BPK, Jakarta, Rabu.
Menurut Anwar, pihaknya telah menyelesaikan audit atas pemberian kredit BLBI sejak lima tahun lalu.
"Tapi, kita akan refresh lagi dan kita akan buka file-file lama sehingga apa yang dibutuhkan Kejakgung kita akan berikan," katanya.
Sementara itu Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan data BPK diperlukan untuk membuktikan apakah obligor telah melakukan apa yang dipersyaratkan saat pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL).
"Ada kebijakan pemerintah dengan mengeluarkan SKL tapi apa yang harus dikembalikan menurut SKL secara material atau fisik tidak sama," katanya.
Dia menambahkan, pihaknya tidak menutup kemungkinan adanya negosiasi antara obligor BLBI dengan pejabat pemerintah untuk memperoleh SKL itu.
"Jadi, kita tidak terburu-buru menentukan siapa pelakunya. Buktilah yang akan menentukan," kata Hendarman.
Sementara itu pada akhir Juni 2007, Hendarman mengatakan bahwa Kejaksaan Agung menargetkan menyelesaikan tiga kasus kakap dari delapan kasus dugaan korupsi dana BLBI yang memiliki nilai kerugian negara di atas Rp10 triliun.
Tetapi Hendarman tidak merinci tiga kasus BLBI yang dimaksud, termasuk siapa koruptor terkait.
Namun informasi yang beredar di kalangan wartawan, sejumlah nama yang dibidik Kejaksaan seperti Syamsul Nur Salim dan Salim Group.
Berdasarkan catatan, Salim Group juga merupakan salah satu penerima SKL. Berdasarkan hasil pemeriksaan penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) oleh BPK, nilai penjualan dari aset Salim yang diserahkan ke BPPN untuk penyelesaian BLBI ternyata hanya 36,7 persen atau sebesar Rp19,38 triliun dari Rp52,72 triliun yang harus dibayar.
Hendarman mengakui, kejaksaan memiliki kemampuan yang terbatas dalam menuntaskan seluruh kasus BLBI, karena itu dia saat ini memfokuskan lebih dulu pada tiga kasus besar.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007